Friday, September 29, 2017

Cernak, 1 Oktober 2017


Pelukis Cilik

Kota Siena yang indah itu seringkali dinamakan orang Kota Impian. Oleh sebab itu di kota itulah orang menemukan bangunan-bangunan yang cantik. Istana yang megah serta tulisan-tulisan yang menakjubkan.
Kota yang terletak di daerah Tuscany, pada jantung Negeri Italia yang menjulur ke laut seperti sepatu seorang prajurit. Pada jaman dahulu merupakan sebuah kota dimana seorang pelukis amatlah dihormati orang dan diperlakukan seperti seorang pangeran layaknya.

Tiada heran kalau seorang anak yang mulai tumbuh nampak mempunyai bakat seorang pelukis, serta merta anak itu pun diserahkan kepada seorang seniman yang ada, dengan harapan bahwa anak itu kelak akan menjadi seorang pemahat keindahan yang termashur.
            Maka ada seorang anak petani melarat yang hidup di pinggiran kota, bernama Domenico. Ia seorang anak yang semenjak bisa memegang sebatang arang dengan jari-jarinya menunjukkan gairah seorang calon pelukis yang tumbuh kuat dalam dirinya. Ia segera belajar melukis apa saja yang bisa terlihat olehnya.
Tempayan yang terdapat di dapur ibunya, binatang-binatang, pohon-pohon dengan kemiripan yang mengagumkan. Domenico memang terhitung anak yang bernasib mujur. Seorang bangsawan yang bernama Lorenzo Beccafumi tertarik pada bakat yang dimiliki anak ini dan atas persetujuan orang tuanya, ia membawa anak itu ke kota untuk diserahkan kepada seorang pelukis yang dikenalnya.
            Pada hari pertama kehidupannya di Kota Siena yang mashur itu Domenico sempat menikmati kegembiraan yang bukan kepalang. Ia bisa melukis lebih banyak lagi. Tapi bukan itu saja, ia juga memperoleh kawan-kawan baru, dengan siapa ia sering mengisi waktu-waktu yang tersisa untuk menulusuri jalan-jalan sempit. Bersembunyi pada pojok-pojok jalan yang sepi atau mengisi dengan teriakan-teriakan yang riuh.
            Namun saat yang begitu indah, hanya sejenak bisa dinikmati oleh Domenico yang sering dijuluki Mecherino oleh kawan-kawannya, yang berarti Domenico kecil. Ayah angkatnya, yaitu bangsawan Lorenzo Beccafumi menyerahkan Domenico kepada seorang pelukis terkenal. Selain belajar melukis, maka Domenico harus membersihkan lantai, pergi berbelanja, membersihkan piring, dan sendok serta pekerjaan lainnya.
            Pelukis yang menjadi gurunya adalah seorang pelukis tersohor yang amat keras dalam sikap mendidik muridnya. Tentu saja Domenico kehilangan sama sekali waktu untuk bersenang-senang bersama kawan-kawannya. Hal semacam ini tentu saja menjengkelkan hatinya. Maka tak ayal lagi Domenico sering bertanya kepada gurunya, “Kenapa saya tidak boleh bermain dengan kawan-kawan saya?”
            “Kalau kau mau menjadi pelukis ternama, maka pertama tama kau  harus melupakan permainan anak-anak itu!”, ujar gurunya.
            Tapi Domenico masih seorang anak-anak yang menyukai permainan seperti juga ia mencintai lukisan. Maka ia tak habis pikir, kanapa seorang anak tak boleh bermain-main?
            Pada suatu hari Domenico disuruh gurunya pergi membeli ikan di pasar. Ia segera mengambil sebuah keranjang dan dengan lincah berlari menuju pasar. Di tengah-tengah keramaian itulah nampak berbagai warna-warni pakaian yang indah-indah, seperti menampakkan pelangi yang bertebaran. Sangat indah sekali di mata seniman kecil seperti Domenico.
            Segera Domenico mendekati tempat penjualan ikan dan setelah menimbang-nimbang sejenak, ia pun duduk berjongkok di depan penjual ikan dan mulai melakukan tawar menawar. Malang bagi Domenico, sebab seorang anak berandal kawannya yang sering dikalahkan oleh Domenico dalam beberapa pertandingan, kali ini bermaksud melakukan pembalasan. Diam-diam anak itu merangkak mendekati Domenico, lalu melubangi bagian alas dari keranjang ikan yang ditaruh oleh Domenico di sampingnya.
            Dan bisa kita bayangkan apa yang terjadi selanjutnya. Selagi Mecherino asyik melayangkan pandangannya pada suatu benda-benda tentu saja memukaukan penglihatannya, ikan-ikan yang dibelinya tadi berjatuhan satu per satu di jalan. Dan selanjutnya, amarah yang meluap-luap dari gunrunya, caci maki serta sumpah serapah yang tidak berketentuan lagi.
            “ Cuma ingat bermain-main saja! Ingat baik-baik ucapan saya, kau tidak akan pernah menjadi seorang pelukis!” Domenico cuma bisa berdiam diri.
            Dan sejak itu, nasibnya menjadi semakin buruk. Ia sudah harus sibuk sejak matahari muncul di langit sampai ketika bintang-bintang pun menghilang.
            Lalu datang pula satu ketika, di mana Domenico disuruh lagi oleh gurunya untuk pergi membeli ikan. Sebab sang guru ternyata menyukai ikan lebih dari segala macam makanan di atas dunia ini. Kali ini, tentu saja Domenico amatlah berhati-hati dan tidak mau ceroboh. Dan ketika ia tiba, ia segera menyimpan ikan-ikan itu di dapur.
            Lalu memasuki ruang belajarnya, di mana ia harus berlatih melukis setiap hari. Dan di saat itulah ketika gurunya kebetulan sedang keluar, ia menemukan sebuah pikiran yang membuat ia tersenyum sendiri.
            Untuk bisa melunakkan hati gurunya, maka pertama-tama ia harus bisa membuat gurunya senang. Dan untuk itu, maka jalan yang terbaik adalah dengan sebuah lelucon. Ia akan menunjukkan pada gurunya bahwa ia mampu bermain-main dan bekerja dengan sebuah lelucon! Domenico yakin bahwa rencananya akan berhasil.
            Maka dengan tidak membuang waktu lagi, Domenico segera membawa alat-alat gambarnya serta cat minyak berwarna persis seperti ikan yang dibelinya tadi, menuju pintu depan. Lalu ia melukis ikan-ikan bertebaran di atas tangga, sebegiu indahnya sampai ikan-ikan itu bisa membuat kau bersumpah tujuh kalu bahwa itulah ikan yang hidup. Masih segar seakan-akan baru keluar dari dalam air.
            Sehabis itu, tentu saja Domenico segera mencari tempat yang  baik untuk menunggu. Dan seperti yang diharapkan, tak lama kemudian sang guru pulang.
            “Hai! Kenapa kau duduk di situ? Kau membuang waktu yang indah percuma saja. Cepat bekerja! Atau ...” sang guru mulai dengan omelannya yang biasa, “Kau sudah menghilangkan lagi ikan-ikanku?”
            “Saya sudah membawa seluruhnya dengan selamat tuan”, sahut Domenico.
            “Masuklah dan tuan akan menyaksikannya.”
            Sang guru segera masuk. Dan ketika ia baru menginjakkan kakinya pada anak tangga yang pertama, saat itulah matanya menangkap ikan-ikan yang bergelimangan di tangga.
            “Anak tak ada guna! Kenapa kau biarkan ikan-ikan itu bertebaran di tangga? Demi segala malaikat! Ayo cepat pungut ikan-ikan ini!”
            “Wah, maaf Tuan. Saya tidak bisa memungutnya!”
           “Apa? Kau akan kena hukum sampai kau tidak lupa seumur hidupmu!” Dengan sangat marah sang guru segera berteriak, lalu menunduk dan hendak memungut sendiri ikan-ikan itu dan menyaksikan bahwa ikan-ikan itu cuma sekedar lukisan!
            Ia berdiri dengan mulut menganga dan mata membelalak lantaran heran.
            “Siapa yang melukis ikan-ikan sebagus ini?”
            “Saya Tuan”, sahut Domenico bangga.
            “Kau?” setengah percaya pelukis yang menjadi gurunya itu bertanya.
            “Ya, tuan. Saya ingin menunjukkan bahwa dengan sedikit main-main saya juga mampu melukis yang baik dan bekerja dengan baik juga”, kata Domenico.
            Sejak saat itu sang guru mulai sangat lunak memperlakukan Mecherino atau Domenico cilik. Dan anak itu mulai punya waktu untuk bermain.

            Nah! Bilamana kau pergi ke Kota Impian Siena, maka kau akan jumpai hasil karya pelukis besar Domenico di Pace Beccafumi, seorang  pelukis  tersohor dari jamannya yang banyak membuat lukisan-lukisan yang indah dan menakjubkan.

No comments: