Friday, August 08, 2008

Cernak, 10 Agustus 2008


Calon Ketua Kelas

Oleh Benny Rhamdani


Tahun ajaran baru, kelas baru, juga berarti ketua kelas baru. Eits, belum ada sih ketua kelas baru. Baru calon ketua kelas. Bu Guru hari ini memutuskan tiga calon ketua kelas.

Selama satu minggu tiga calon ketua kelas diminta berkampanye. Nanti, seisi kelas akan menentukan satu pilihan. Aku sendiri belum tahu akan memilih siapa. Oke, mungkin kalian ingin tahu tiga calon itu.

Pertama adalah Umar. Ketua kelas tahun lalu. Umar dipilih tahun lalu karena kami tahu dia adalah anak kepala sekolah.

Kedua adalah Randi. Dia adalah anak paling kaya di kelas kami. Banyak anak-anak di kelas yang berharap Randi bisa jadi ketua kelas. Apalagi Randi anaknya baik hati dan tidak sombong.

Ketiga adalah Saif. Dia adalah anak terpandai di kelas. Sebagian anak mendukungnya karena berharap bisa ketularan pintar.

Ketika hari kampanye dimulai, hari-hari di kelas jadi seru. Sebenarnya yang bikin seru bukan calon ketua kelasnya, tapi para pendukungnya.

“Salsa, kamu pilih Umar saja ya. Kamu tahu kan betapa asyiknya kalo Umar jadi ketua kelas. Kelas jadi tenang dan disiplin,” kata Aga yang mendukung Umar.

“Iya sih kelas jadi tenang. Tapi kami jadi ketakutan juga. Soalnya kami terpaksa tenang soalnya takut dilaporkan Umar ke ayahnya. Nanti kalau dilaporkan ke ayahnya kami bisa dilaporkan ke orangtua. Dan jangan-jangan malah nggak naik kelas,” kataku cemas.

“Kalo begitu pilih Randi saja nanti. Kalo Randi menang, nanti kita semua akan ditraktir Randi nonton dan makan,” bujuk Dita yang mendukung Randi.

“Hm, nonton teve dan makan di rumah masing-masing ya?” tanyaku.

“Ya nggak dong. Ditraktir Randy di mall,” jelas Dita.

“Mengapa tidak sekarang saja? Mengapa harus menunggu menang?” tanyaku.

“Kalau traktir sekarang, belum tentu kalian semua memilih Randi,” ucap Dita.

“Ya itu berarti nraktirnya pamrih, ada maunya,” kilahku.
“Kalo begitu pilih Saif saja,” kata Puput sambil membetulkan letak kacamata tebalnya.

“Kenapa aku harus memilih Saif?” tanyaku.

“Karena dia sudah membuktikan orangnya pitar dan baik,” kata Puput lagi-lagi smabil membetulkan letak kacamata tebalnya yang terus melorot.

Huuuh! Aku jadi bingung deh.Dan aku benar-benar bingung dengan pilihanku sampai hari pemilihan. Hari Senin berikutnya.

Aku berangkat lebih pagi dari hari lainnya. Hari Senin kalau pagi jalanan macet, jadi aku harus berangkat lebih awal kalau tidak mau terlambat.

“Hai Salsa! Ikut mobilku saja yuk!” ajak Randi saat aku baru berjalan hendak mencegat angkot.

Kulihat hari ini Randi naik mobil Van berukuran besar. Di dalam mobil sudah ada beberapa teman sekelasku terutama pendukung Randi.

Karena tak enak hati, aku naik ke mobil Randi. Aku langsung disodori pin bergambar Randi begitu tiba di dalam van.

“Dipake ya!” pinta teman-temanku.

Aku pun memakainya. Randi baik benar menjemput para pendukungnya dan membagi-bagikan pin.

Ngiiik! Tiba-tiba supir mobil randi mendadak menginjak rem. Kami semua jadi berjatuhan.

“Mang Asep ini gimana sih nyetirnya? Nggak becus!” teriak Randi mengomeli supirnya.

“Itu ada nenek-nenek nyeberang. Masa mau ditabrak,” kata Mang Asep.

Randi menongolkan kepalanya keluar jendela mobil. “Hei, Nek! Kalo nyeberang tunggu jalanan sepi dong. Nyusahin orang aja!” teriak Randi.

Aku melihat nenek-nenek yang menyeberang perlahan karena keberatan membawa karung belanjaan. Di samping nenek-nenek itu kulihat Saif menuntunya hati-hati.

“Itu Saif! Kita ajak dia ke mobil!” saranku.

“Lho, dia kan saingan kita. Ya jangan dong,”
Mobil kemudian terus berjalan. Randi meminta supirnya berjalan ngebut. Aku jadi cemas. Dan ternyata kecemasanku terbukti. Tiba-tiba saja di perempatan jalan mobil kami berhadapan dengan sebuah mobil dari arah berlawanan

Bruk!

Mobil tabrakan. Seisi mobil menjerit karena mobil sepertinya berputar-putar. Untunglah kami tak cedera. Tapi Randi terkena pecahan kaca di bagian lengan. Mobilpun diarahkan menuju rumah sakit.

Letak rumah sakit berada di seberang sekolah kami. Jadi ketika Randi di bawa ke rumah sakit, seisi mobil lainnya menuju ke sekolah. Kami melaporkan kejadian ke kepala sekolah dan para guru.

“Umar, kita tengok Randi yuk di rumah sakit!” ajak Firman.

“Nggak usahlah. Katanya lukanya cuma ringan kok. Nanti juga kembali ke kelas lagi,” tolak Umar. “Apalagi sudah banyak orang yang menjenguknya.”

“Saif, kita lihat Randi yuk! Dia masuk rumah sakit karena kecelakaan tadi,” ajak Firman kepada Saif yang baru datang.

“Yuk! Mudah-mudahan dia takapa-apa,” ucap Saif sambil segera menemani Firman berjalan menyeberangi sekolah.

Aku yang berada di dekat mereka menarik nafas dalam-dalam. Ya … kini aku sudah tahu siapa yang harus kupilih nanti agar bisa jadi ketua kelas kami nanti. Mungkin saja dia tidak akan menang nanti. Tapi aku tidak akan kecewa jika dia nantinya tidak jadi ketua kelas. Yang penting aku telah memilihj oirang yang menurutku pantas.

Ayo coba tebak, menurut kalian aku akan memilih siapa ?!

^-^

No comments: