Friday, August 29, 2008

Cernak, 31 Agustus 2008


Menjelang Puasa


Beberapa hari lagi memasuki bulan Ramadan. Arytinya Salsa akan menajlani ibadah puasa.

“Tahun lalu aku batal sehari. Gara-gara aku lupa lagi puasa, aku minumjus,” kata Hilda saat berkumpul di lapangan bermain.

“Kalau lupa kata Buguru boleh diteruskan puasanya,” ucap Salsa.

“Iya, tadinya aku lupa ketika baru minum sedikit. Tapi kemudian aku ingat aku sedang puasa. Terus karena enak, akhirnya aku batalin aja puasaku,” ucap Hilda.

“Aku sudah tiga tahun puasaku lancar terus. Tidak pernah batal,” kata Anis.

“Wah, hebat!” seru Salsa dan Hilda kompak.

“Puasa itu gampang kok. Biar nggak batal, ya jauhi makanan, isi hari-hari dengan kegiatan yang asyik jadi lupa lagi puasa deh,” tambah Anis.

“Aku juga gitu kok. Tapi biasanya aku batal ketika bepergian jauh. Perutku sering mual dan muntah,” kata Salsa.

“Ah, dasar! Kamunya saja yang nggak kuat!” ejek Anis. “Aku juga berjam-jam naik mobil ke Jambi dengan orangtuaku tidak masalah.”

“Mudah-mudahan tahun ini puasaku tamat sebulan penuh,” harap Salsa.

“Memangnya orangtuamu mau ngasih apa kalau sampai tamat sebulan penuh?” tanya Anis.

“Maksudmu? Hadiah?” tanya Salsa. “Nggak ada hadiah khusus kok. Yang pasti kalau pakaian lebaran ya dibelikan semua, mau tamat atau tidak puasanya. Lagian puasaku batal juga bukan karena aku ingin batal.”

“Wah, payah! Aku tuh kalau puasanya tamat sebulan, pasti aku dikasih uang seratus ribu saat lebaran. Nah, makanya aku berusha jangan batal,” kata Anis.

“Aku sih kalau berhasil, biasanya Ibu membelikan aku cokelat,” kata Hilda.

“Kok cuma cokelat? Cokelat kan murah banget. Masa puasa cape-ape sebulan penuh cuma dikasih cokelat?” Kesyan deh lo!” ledek Anis lagi.

“Cokelat itu kan hanya hadiah dari Ibu. Kalo hadiah lain lagi tentu saja aku dapat,” kata Hilda.

“O ya? Apaan tuh?” tanya Anis.

“Pahala dari Allah,” jawab Hilda santai. Salsa manggut-manggut setuju.

“Yah, beginilah kalo ngobrol sama orang susah. Kalo pahala sih semua orang juga tahu,” kata Anis. Dia kemudian pergi meninggalkan Hilda dan Salsa.

Setelah percakapan itu, Salsa jadi ingin bertanya sesuatu kepada ibunya. Sore hari, Salsa sengaja mendekati Ibu.

“Bu, kalau Salsa tamat puasa sebulan nanti, Ibu dan Ayah mau kasih hadiah apa untuk Salsa?” tanya Salsa.

“Hmm, kasih apa ya? Memangnya kenapa?” Ibu malah balik bertanya.

“Soalnya, Anis selalu dikasih hadiah jika puasanya tamat sebulan,” kata Salsa.

“Ya, kalo memang mau hadiah nanti insyaAllah Ibu dan Ayah berikan,” kata Ibu.

“Hadiahnya apa?” tanya Salsa penasaran.

“Hm, nanti saja kejutan. Pokoknya, ada hadiahnya. Kalau nanti Ibu sebutkan hadiahnya, Ibu khawatir salsa berpuasa karena mengharapkan hadiah itu. Padahal, puasa itu adalah ibadah untuk Allah. Jadi niat kita berpuasa juga smeata-mata untuk Allah, bukan untuk hadiah,” jelas Ibu.

Salsa manggut-manggut. Dia tak ingin lagi mempermasalahkannya.

Keesokan harinya adalah satu hari menjelang puasa. Salsa kaget ketika diberitahu Hilda tentang Anis.

“Barusan Anis dibawa ke rumah sakit oleh mama dan papanya. Katanya Anis sakit thypus dan harus dirawat di rumah sakit,” jelas Hilda.

“Wah, apakah kita bisa menjenguknya?” tanya Salsa.

“Tentu saja boleh. Aku juga akan menjenguk sama ibuku. Oh iya, kata ibuku kalau sakit seperti Anis, sebaiknya memang tidak berpuasa. Jadi ada kemungkinan tahun ini Anis tidak akan bisa puasa sebulan penuh lagi,” kata Hilda.

“Oh begitu ya. Wah, berarti Anis tidak akan mendapat hadiah dari orangtuanya,” kata Salsa.

Hilda manggut-manggut.

^-^

No comments: