Wednesday, April 15, 2009

Cernak, 19 April 2009


Pencuri Papan Larangan


Oleh Benny Rhamdani


Fahri tak melihat lagi papan larangan itu di depan sekolah. Papan itu bertuliskan ‘Dilarang Berjualan Di Depan Pagar Sekolah’ dalam dua baris. Ukurannya sekitar satu meter persegi..


“Kenapa ada orang yang ingin mencuri papan itu ya?” keluh Pak Samin sambil geleng-geleng kepala. Baru tiga hari dia memasang papan larangan itu.


“Pelakunya bisa saja orang yang tidak suka papan larangan itu,” kata Fahri yang biasa datang paling pagi ke sekolah. Lagaknya sok serius seperti seorang detektif.


“Siapa yang tidak suka?” tanya Pak Samin sambil terus menyapu daun-daun yang berguguran di halaman sekolah.


“Mungkin, tukang jualan di depan pagar sekolah,” jawab Fahri.


Sebenarnya, jumlah pedagang di depan pagar sekolah sudah berkurang. Tepatnya, sejak Pak Kepala Sekolah melarang para murid ke luar pagar saat istirahat. Mau tidak mau akhirnya mereka jajan di kantin. Tetapi tetap saja di saat pulang sekolah, beberapa di antara mereka jajan di dekat pagar sekolah.


“Siapa ya? Berani-beraninya tuh orang!” geram Pak Samin sambil meremas gagang sapunya. Dia ingat tiga penjual yang terlihat masih suka berjualan di depan pagar. Ada penjual gorengan, penjual minuman dingin, dan penjual mainan.


“Coba dijebak saja. Pak Samin pasang papan larangan lagi,” saran Fahri.


“Terus bapak harus mengawasi papan itu sepanjang malam? Ya, nggak bisa juga. Bapak kan harus mandi, shalat, makan, bersih-bersih kelas,” kilah Pak Samin.


“Nggak perlu ditunggui terus. Nanti dipinjamkan kamera khusus buat mengetahui pencurinya,” janji Fahri yang memang punya kamera untuk merekam secara otomatis selama 24 jam. Kamera itu hadiah ulangtahun untuknya dari Paman Ken tiga bulan lalu.


Fahri kemudian masuk ke kelas enam karena teman-temannya sudah berdatangan. Tapi paling terakhir datang adalah Dion. Tepat satu menit menjelang bel masuk berbunyi.


“Itulah enaknya rumah di samping sekolah. Bisa bangun santai, sarapan santai, siap-siap santai. Malah aku bisa ngasih makan burung-burung merpatiku dulu,” kata Dion yang duduk di belakang Fahri..


“Oh, akhirnya kamu jadi juga melihara burung merpati? Aku mau lihat ya besok pagi. Sebelum ke sekolah aku ke rumahmu dulu. Atau nanti sore,” kata Fahri. “Kebetulan aku mau ke sekolah lagi. Pak Samin mau menjebak pencuri papan larangan di pagar sekolah. Aku mau meminjamkan kamera otomatisku.”.


“Aku yakin pencurinya salah satu pedagang di luar pagar sekolah. Aku pernah melihat pedagang gorengan marah-marah nggak mau terima dengan larangan sekolah. Katanya, jualan itu hak siapa saja,” ucap Dion.


“Ya, kita lihat saja hasil intaian kamera otomatiskku,” keta Fahri.


Sorenya, Fahri ke sekolah lagi sambil membawa kamera otomatis..Bersama Pak Samin, Fahri mencari tempat yang tepat untuk memasang kamera itu. Akhirnya, kamera pun dipasang di sudut tersembunyi tak jauh dari pagar.


Setelah beres, Fahri mampir dulu ke rumah Dion. Dia ingin melihat burung-burung merpati peliharaan Dion. Ternyata Dion tidak berbohong. Malah burung-burung itu dibuatkan kandang burung yang bagus.


Fahri tak berlama-lama di tempat Dion. Dia kemudian pulang karena tak mau sampai rumah sudah azan magrib. Menjelang tidur, Fahri mengingat-ingat kejadian hari itu. Semua yang dilihatnya seharian, melintas cepat di benaknya. Sampai akhirnya dia menemukan sebuah bayangan yang membuatnya bisa tersenyum sebelum tidur.


Esok paginya, Fahri langsung menemui Pak Samin. Dia tak terkejut ketika Pak Samin mengatakan papan larangan yang dibuatnya tak dicuri lagi. Kamera yang dipasang tak merekam obyek bergerak apapun..


“Pencurinya tahu kalau Pak Samin akan menjebaknya. Lagipula dia sudah tak membutuhkan papan lagi. Jadi, dia nggak akan mencuri papan larangan itu,” kata Fahri sambil memasukkan kamera ke tasnya.


“Nak Fahri sudah tahu pencurinya? Tukang jualan apa?” tanya Pak Samin.


“Bukan salah satu dari tukang jualan itu. Saya akan minta orangnya langsung mengaku kepada Pak Samin,” kata Fahri sengaja membuat Pak Samin penasaran.


Fahri kemudian bergegas ke rumah Dion di samping sekolah. Tanpa basa-basi lagi, Fahri meminta Dion mengaku telah mencuri papan larangan.


“Apa buktinya aku yang mencuri?” sangkal Dion.


Fahri menunjuk kandang burung merpati Dion. Dia kemudian merobek kardus yang menutupi bagian belakang kandang. Semalam, dia teringat pemandangan janggal pada bagian belakang kandang burung itu. Untuk apa dipasang kardus jika sudah ditutupi papan?.


Ternyata dibalik kardus itu terbaca kalimat, ‘Dilarang Berjualan Di Depan Pagar Sekolah’. Dion pasti sengaja menutupnya dengan kardus karena kemarin sore Fahri akan datang melihat burung-burung merpatinya.


“Masih mau menyangkal?” tanya Fahri sambil tersenyum.


Dion tertunduk malu dengan muka pucat


^-^

No comments: