Friday, February 19, 2010

Cernak, 21 Februari 2010







Hari Pertama

Oleh Benny Rhamdani

Hari pertama di tahun ajaran baru. Semua yang aku pake baru. Mulai dari tas sampai celana dalam. Udah tradisi Bunda ngebeliin yang baru-baru setiap tahun ajaran baru. Jadinya kayak rutinitas tahunan. Yang nggak baru hanyalah sarapannya. Tetap nasi goreng.

Oke, aku nggak mau masalahin nasi goreng. Sebelum-sebelumnya, Bunda suka bergantian antara nasi goreng, nasi uduk dan mie instant. Tapi mie instant paling dulu dieliminasi dari awal. Usulan pertama datang dari abang aku yang menyandang gelar Mr Komplen Every Year.

"Mie instant nggak bagus buat pencernaan. Merusak usus dan lambung," begitu kata David.

Aku setuju bukan karena alasan David. Tapi Bunda itu selalu kelamaan kalo masak mie instant. Akhirnya yang dihidangkan adalah bubur mie. Kalo nasi jadi bubur masih enak dimakan. Kalo mie jadi bubur ... yiaks!

Daftar sarapan yang dicoret kedua adalah nasi uduk. Jelas ini bukan Bunda yang bikin. Kami harus membelinya di sebuah rumah di dalam gang. Pembelinya antri sampai ada yang berencana bikin tenda semalam sebelumnya agar kebagian. Penjualnya bernama Pak Marjuki. Itu sebabnya nama warung nasi uduknya dikasih nama Warung Nasi Uduk Shah Rukh Khan.

Suatu pagi aku disuruh beli sama Bunda. Maka aku ngajak adik cewek aku yang koleksi boneka Barbie sampe babi. Nama adikku Karina. Nanti deh aku ceritain soal Karina ini.

"Kak, aku punya teka-teki nih," kata Karina ketika kami antri untuk mendapatkan lima bungkus nasi uduk.

"Apaan?"

"Benda apa yang paling enak buat menggaruk betis berbulu yang kudisan?"

"Hmm, apa ya? Ya pasti jari dong."

"Salah. Yang benar adalah centong nasi uduk. Lihat aja tuh!"

Wuaaaaa! Aku langsung mundur dari antrian begitu melihat ke arah Pak Marjuki. Rupanya kakinya eksim. Dan sesekali kalo gatal, dia menggaruknya dengan centong nasi uduk.

Aku langsung mengusulkan kepada Bunda untuk mencoret nasi uduk dari daftar sarapan. Karina sempat protes, karena menurutnya nasi uduk Pak Marjuki adalah sarapan paling enak di dunia.

"Kita udah makan 179 bungkus nasi uduk Pak Marjuki, nggak pernah sembelit atau diare. Masa masih dibilang nggak higienis?" protes Karina. tapi nggak ada yang menggubrisnya.

Akhirnya, selama beberapa hari dia marah sama aku. Dia mogok ngasih teka-teki yang biasanya sehari bisa seratus kali.

Sejak saat itulah sarapan kami hanya nasi goreng. Padahal aku mau juga makan corn flake kayak di film-film Hollywood yang suka ada hadiahnya. Kali aja aku dapat hadiah pencabut bulu idung.

Setelah sarapan, ritual berikutnya adalah perpisahan dengan Bunda. David ke kampus pake motornya, Karina ke playgroup diantar Baginda dan aku ke sekolah berjalan kaki. Hiks. Ya jalan kaki. Karena jarak sekolah aku deket banget sama rumah. Itu sebabnya uang jajan aku paling sedikit di kelas karena nggak ada uang transport. Bahkan, Bunda kadang nggak ngasih uang jajan sama sekali.

"Istirahat pulang aja. Bisa makan dan minum di rumah," petuah Bunda.

Tapi aku nggak pernah mau pulang ke rumah saat istirahat. Mendingan jajan di kantin karena di sana ada jajanan favorit aku yakni ketoprak. Ketoprak di kantin sekolah aku beda dengan ketoprak lainnya. Selain bihunnya yang berwarna pink, tahunya juga berwarna merah, dan ketupatnya yang kejingga-jinggaan.

Karena belum waktunya istirahat di kantin, aku ceritain dulu hari pertama di kelas baru.

Seperti biasa semua saling rebutan tempat duduk. Aku suka banget duduk deket dinding yang ada jendelanya. Biar kalo buang angin bisa ketiup langsung keluar jendela dan nggak menyebabkan global warming. Tapi dari 41 anak, belum ada yang mau duduk sebangku sama aku. Irfan yang sebelumnya sebangku sama aku, disuruh ibunya sebangku sama Arif.

Aku sih ogah sebangku dengan Arif. Kami menjulukinya si Selalu Ingin Duduk di Depan dan Tuan Mencari Muka Guru. Aku menambahkannya si Nempel Terus. Soalnya dia tidak pernah bergeser dari duduknya jika pelajaran kosong sekalipun. Sementara siswa lainnya rebutan ngacir ke kantin, atau ada yang ngorok di lantai kelas.

"Biar nggak ada guru, bukan berarti kita nggak belajar," begitu katanya sambil mencatat kegiatan setiap siswa selama pelajaran kosong dan melaporkannya ke kepala sekolah saat pulang nanti.

Begitu bel masuk berbunyi, kami menebak-nebak murid baru yang akan masuk kelas. Tahun lalu Irfan adalah murid baru. Tahun ini aku nggak tahu karena nggak pernah ada beritanya di televisi. Lagipula aku kan cuma nonton Naruto sama si Aang di teve. Bukan berita.

Semenit kemudian, wali kelas kami, Pak Biar masuk. Nama aslinya Pak Suwito Suko Duito. Tapi karena dia selalu mengucapkan kata 'biar' setiap kali ngomong, kami memanggilnya Pak Biar.

"Biar kalian terus semangat, kalian akan mendapat teman baru. Kalian harus menerimanya biar dia betah belajar di sini. Biar kalian kenal, bapak kasih tahu namanya adalah Jason," kata Pak Biar sambil menunjuk ke pintu. Seperti presenter kuis mengantar tamunya masuk.

Masuklah seorang anak cowok. Pak Biar kemudian meminta Jason memperkenalakan dirinya. Caranya ngomong, mengingatkan aku pada Cinta Laura versi cowok.

"Hai, I'm Jason. Shaya cinggal di Pondyok Cyabeh ....." Hihihihi.... Kayaknya cuma aku aja yang kegelian. yang lain masih terpesona sama kebuleannya.

Pak Biar meminta Jason duduk sebangku sama aku. Aku tersenyum menyambut kedatangannya. Baru beberapa menit, aku melihat mukanya berubah pucat. Hm, jangan-jangan dia takut dikerjain karena murid baru.

Aku mengambil kertas dan menuliskan kalimat: "Kau nggak usah tegang. Murid baru di kelas ini nggak akan dikerjain."

Jason membalas menulis di bawahnya: "Aku nggak takut dikerjain."

Aku membalas di bawahnya: "Terus, muka kau kenapa pucet?"

Jason membalas panjang:"Perut aku mules banget. Gara-gara tadi makan nasi goreng buatan Mami. Kepedesan."

Aku langsung membalas:"Kantongin batu aja. Ampuh kok. Nih aku kasih."

Aku menyodorkan batu kecil yang emang aku simpen di kolong meja buat kalo-kalo perut aku mules karena ngelihat muka Arif. Jason pun memasukkan tuh batu ke kantong celana.

Semenit kemudian Jason menulis :"Heran. Kok bisa ilang ya mulesnya? Terima kasih ya."

Aku buru-buru menjawab: "Nggak ngerti aku juga. Sukur deh kalo ilang mulesnya."

Aku sih nggak tahu emang mujarab atau nggak tuh cara, tapi hari ini aku punya dua catatan penting:

1. Berterima kasih kepada Bunda yang seumur hidup belum pernah bikin aku mules karena nasi gorengnya.

2. Sedia batu sebelum mules.

No comments: