Friday, October 29, 2010

CERNAK, 31 OKTOBER 2010


Malam Mencekam


Aku baru saja hendak tidur di bawah ketika mendengar suara aneh yang jelas-jelas bukan manusia!



Aku duduk tegak
, lalu menyikut Jamie yang tidur di sampingku. Jamie sahabatku. Dia mau ikut perkemahan ini karena kuminta.


"Apa apa?" Jamie berbisik keras.


"Aku mendengar sesuatu," bisikku.


"Paman Jake mungkin."


"Bukan. Dengarlah."


Jamie diam sebentar dan kemudian aku menyadari bahwa ia sedang tidur. Aku menarik baju hangatku dan sandal lalu merayap ke luar tenda.


Wuzzz! Aku melihat satu gerakan! Sangat cepat. Apa ya tadi itu?


Aku mengikuti arah gerakan tadi. Berjalan menajuhi perkemahan. Sampai akhirnya aku sadar sudah sampai di depan sebuah gua. Gua larangan! Semua peserta perkemahan tahu tentang hal itu. Kita tidak boleh masuk ke dalam gua itu karena tidak akan pernah kembali keluar. Tidak pernah.


Sedikit cahaya bulan menyinari pintu gua. Dan aku melihat sesuatu yang berbulu masuk ke dalam gua.


Aku menelan ludah. Aku menunggu sesuatu yang melolong atau menjerit. Tapi tidak ada. Jadi aku hati-hati melangkah masuk, setengah cemas akan ada yang menyambar dan mencabik-cabik aku.


Di dalam, gua ternyata kosong. Beberapa tulang berserakan di sana-sini. Dan bau yang tak pernah kubayangkan. Aku tidak bisa menebak bau apa itu. Aku benar-benar tidak ingin tahu.
Kemudian, di sudut, aku melihat sosok meringkuk.


Paman Jake! Aku berlari ke arahnya. Dia tidak diikat, tapi tak sadarkan diri. Aku mengguncang bahunya.


"Paman Jake!"bisikku.


"Hei!" kata seseorang di belakangku.


Aku berbalik. Dia adalah manusia jelek tua yang pernah kulihat. Dan rambutnya! Rambutnya mencapai lantai.


"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya.


Aku ingin lari. Tapi kakiku tidak bisa melangkah karena takut. "Aku ...." Aku tergagap.


Dia memandang dirinya sendiri dan tertawa.


"Kamu mengira aku hantu, kan?" ia bertanya.


Aku menggeleng."Siapa kau?"


Dia tampak bingung. "Saya tidak tahu, sungguh. Saya tidak ingat dari mana aku datang. Dan saya belum bicara ke jiwa yang hidup untuk. Baik, berabad-abad. Hmm, saya yang membawa temanmu ini. Saya menemukannya di celah karang. Pada awalnya saya berharap dia hidup! Tapi kemudian saya menyadari ia pingsan." Omongannya kacau-balau sambil menunjuk Paman Jake.


"Jadi, bapaklah hantu yang sering dikatakan orang-orang bergentayangan di hutan ini?"


Dia tertawa. "Saya rasa saya telah menakuti beberapa orang, ya?"


"Ya."


Kami saling memandang sejenak. Aku jadi kasihan padanya. Orang yang malang. Bahkan dia tidak tahu berapa lama di gua ini.


Dia tampaknya membaca pikiranku. "Sekarang kau tidak perlu merasa kasihan pada saya. Saya suka di sini. Dan lihat..," Dia menepuk dada, "Saya cukup nyaman."


"Kenapa tidak mau kembali ke kota? Nanti bisa menulis sebuah novel yang luar biasa, dan mandi."


"Tidak. Saya suka di sini. Semua yang saya butuhkan ada di hutan ini."


Aku pun berbalik sambil memapah Paman Jake.


"Mungkin Bapak bisa mempertimbangkan alasan lain untuk pulang?" Aku bertanya.


"Apa itu?"


Aku tersenyum. “Bapak bisa masuk ke dalam buku rekor dunia untuk rambut paling panjang, paling bau, dan paling gimbal,” jawabku.


(Ben)

*-*

No comments: