Friday, March 25, 2011

Cernak, 27 Maret 2011



Sepatu Untuk Rendy


Sudah hampir pukul enam. Biasanya Rio sudah bangun dan mandi. Tapi pagi ini dia masih belum bangun dari ranjangnya.


“Rio, kok belum bangun juga?” tanya Ibu di pintu kamar untuk ke dua kalinya setelah lima menit lalu.


“Sebentar, Bu,” jawab Rio malas.


“Kamu sakit?” tanya Ibu mendekati Rio.


“Nggak kok, Bu,” jawab Rio buru-buru.


Ibu jadi bingung. Hm, ada apa ya?


“Kalau begitu, lima menit lagi Ibu ingin kamu sudah bangun dan mandi,” pinta Ibu sambil meninggalkan kamar karena harus menyiapkan sarapan untuk seisi rumah.


Rio tak segera bangun dari tempat tidurnya. Ia menatap jam dinding. Tiga enit kemudian Rio baru berjalan ke kamar mandi. Itu pun dengan langkah yang malas. Di kamar mandi, Rio juga tak langsung mandi seperti biasanya. Sampai-sampai Ibu mengetuk pintu kamar mandi.


“Rio, mandinya jangan lama-lama. Nanti kesiangan,” Ibu mengingatkan.


Rio pun segera mandi karena tak mau Ibu berteriak lagi. Sepuluh menit kemudian dia baru tiba di meja makan. Ayah dan dua kakaknya, Mita dan Diwan, sudah hampir menghabiskan nasi goreng buatan Ibu.


“Biasanya kamu paling semangat berangkat sekolah. Hari ini kayaknya beda sekali,” tanya Ayah.


Rio menggelengkan kepalanya. “Biasa saja kok,” kata Rio.


Semua yang di meja makan tak percaya begitu saja.


“Malas karena belum mengerjakan PR ya?” tanya Mita.


“Hari ini memang nggak ada PR,” kata Rio.


Tiba-tiba Ibu teringat sesuatu. “Rio, minggu lalu kamu bilang hari ini adalah ulangtahun Rendy. Kamu janji akan memberinya hadiah sepatu bola dari uang tabunganmu. Kamu sudah membelinya?” tanya Ibu.


Wajah Rio memucat. Ternyata itulah penyebabnya.


“Wuah, jadi belum beli ya? Bukannya kemarin kamu sudah izin pergi ke mal?” tanya Ayah.


“Iya … tapi tidak jadi membeli. Uangnya tidak cukup, soalnya Rio pakai sebelumnya untuk beli chasing PSP,” kata Rio.


“Kalo memang uangnya belum cukup, kamu bisa belikan kado yang lainnya saja,” saran Mita.


Rio menggeleng. “Aku sudah janji akan menberi hadiahnya sepatu yang dia suka. Dulu juga waktu aku ulang tahun, Rendy mmbelikan aku sepatu yang aku suka.”


“Gimana kalo ngasih kadonya tunggu beberapa hari lagi, sampai uangnya cukup?” tanya Mita.


“Nggak seru. Ulangtahunnya kan sekarang. Lagi pula, dulu Rendy langsung memberiku kado saat pertama bertemu di sekolah. Tepat di hari ulangtahunku. AKu malu kalau ngasih kadonya telat. Padahal nanti di sekolah ketemu. Uh, sahabat macam apa aku ini.”


“Tapi bukan berarti kamu jadi malas bertemu dengannya. Temui saja dulu, kasih ucapan selamat. Lalu jelaskan saja apa adanya. Pasti Rendy akan mengerti,” saran Ibu.


Rio menghabiskan sarapannya. Dia terkejut karena tiba-tiba mendengar suara mobil parkir di depan rumah. Suara mobil yang dihapalnya. Itu pasti mobil yang mengantar Rendy ke sekolah.


Rendy turun dari mobil. Dia masuk ke rumah Rio seperti yang sudah terbiasa.


“Assalammualaikum!” salam Rendy.


Semua yang di meja makan membalas salam Rendy.


“Hai Rendy! Selamat ulang tahun ya!” kata Ayah disusul lainnya.


Rendy tersenyum. Rio menyalami dan memeluknya. “Selamat ulang tahun sobatku,” kata Rio.


“Iya, terima kasih. Ng … maaf ya aku mampir ke sini, tapi nggak bilang dulu. Soalnya, aku kemarin-kemarin mau bilang sesuatu tapi terus lupa,” kata Rendy.


“Bilang apa?” tanya Rio penasaran.


“Itu lho, hadiah sepatu yang kamu bilang. Ternyata, tiga hari lalu Pamanku sudah membelikannya. Nah, aku mau bilang sama kamu, sebagiknya nggak usah membelikan sepatu itu lagi untuk hadiahku,” kata Rendy.


Semua yang mendengar terdiam, lalu tersenyum bersama.


“Kenapa?” Rendy bingung.


Rio kemudian menceritakan semuanya. Ia memang belum membelikan sepatu yang disukai Renduy.


“Wuah kebetulan sekali,” kata Rendy kemudian.


“Jadi penggantinya aku harus membelikanmu apa?” tanya Rio.


“Apa ya? Aku ingin jaket bisbol sepertimu. Biar kalao jalan berdua kitya pakai jaket yang sama,” kata Rendy.


“Tapi jaket itu murah. Jauh lebih murah dari sepatu,” kata Rio.


“Ah, aku tidak melihat dari murah dan mahalnya. Yang penting aku suka, dan kamu tidak merasa berat memberinya untukku.”


“Setelah pulang sekolah, nanti aku akan belikan untukmu,” kata Rio.


Semua tersenyum. Rio kembali bersemangat berangkat sekolah. Taernyata masalah pagi ini terpecahkan dengan singkat.


(Benny Rhamdani)

No comments: