Monday, October 08, 2012

CERNAK, 14 Oktober 2012


Calon Artis



Sudah lama Fira ingin jadi artis. Sayangnya, ia tidak punya suara bagus seperti Sarah yang kini jadi penyanyi cilik terkenal. Atau seperti Jodi yang main sinetron karena orangtuanya artis terkenal.

Setiap hari, Fira selalu membayangkan dia tampil di layar kaca. Bahkan, dia suka meniru gaya artis-artis terkenal di depan kaca kamarnya.

“Halooo, saya Fira Fantasya … eh Fira Sastrowardoyo … eh, enggak mau ah … Fira Monica. Huuuh, jelek. Nama asli saja, ya. Fira Fantasya! Wajah cantik, enggak kalah sama model-model iklan di teve. Suara juga merdu. Rambut keren banget. Pokoknya, sekarang Fira mau nyanyi, nih ….”

Sambil memegang bekas botol parfum Mama, Fira pun berteriak nyaring. Ia menyanyikan lagu yang dikarangnya sendiri, berjudul Aku Anak Cantik Sekali.

Aku anak cantik sekali

Mataku cantik sekali

Rambutku cantik sekali

Bibirku cantik sekali

Bajuku cantik sekali

Semuanya cantik sekali

Lalala … cantik sekali


“Aduh, Fira! Lama-lama kacanya bisa pecah, lho, kalau kamu setiap hari berdiri di depannya sambil nyanyi begitu,” ledek Bang Fadil, kakak Fira.

“Uuuh …, Bang Fadil! Kalau benar-benar sayang adiknya, bantu dong biar Fira bisa jadi artis. Bukannya ngeledek melulu!” balas Fira kesal.

“Memang apa, sih, enaknya jadi artis?” tanya Bang Fadil sambil mendekat.

“Ya, enak, dong. Bisa terkenal, banyak duit, sering jalan-jalan,” jawab Fira.

“Tapi kamu, kan, masih sekolah. Nanti sekolah kamu malah ketinggalan.”

“Itu gampang diatur. Syutingnya setelah jam sekolah atau saat liburan,” jawab Fira santai.

Bang Fadil tersenyum. “Jadi artis, tuh, harus kuat mental. Harus berani tampil di depan umum. Kamu berani, enggak?” tanya Bang Fadil.

“Siapa takut!?” timpal Fira.

“Berani diuji mental?” tantang Bang Fadil.

“Uji mental gimana? Uji nyanyi di kuburan? Itu kan, uji nyali.”

“Kamu berani enggak, nyanyi di depan umum, di dalam bis. Kayak pengamen gitu.”

Fira ternganga. “Kok, begitu tes mentalnya?”

“Iya, dong. Kamu harus berani tampil dulu di depan orang yang tidak kenal kamu dan menarik perhatian mereka."

Fira terdiam.

“Lagi pula, nanti kamu bisa dapat duit juga kalau nyanyi di dalam bis. Nah, nanti abang duduk di belakang bis ikut menilai,” lanjut Bang Fadil.

“Boleh juga. Fira berani! Kapan?” Fira balik menantang.

“Besok sore saja. Hari ini, abang ada tugas kuliah.”

Fira manggut-manggut.

Keesokan harinya, Fira berangkat bersama Bang Fadil ke jalan raya. Mereka memilih bis yang tak terlalu padat.

Dagdigdug. Fira merasa jantungnya berdegup saat naik bis. Fira langsung berjalan ke bagian depan bis, sementara Bang Fadil ke belakang.

“Aku harus berani!” tekad Fira dalam hati.

Bang Fadil langsung mengacungkan jempol tanda Fira harus segera memulai.

“Selamat siang, Bapak-Ibu, Kakak-kakak! Saya mau menyanyi buat menghibur Bapak-Ibu dan Kakak-kakak yang mungkin lagi ngantuk!” teriak Fira nyaring.

Tak ada yang melirik ke arah Fira. Ada yang tetap ngobrol, tidur, atau membuang muka ke jendela.

Fira tetap meneruskan aksinya. Ia melantunkan lagu Bunda semerdu mungkin. Tapi, para penumpang tetap tak acuh. Lagu kedua Fira menyanyikan lagu andalannya Aku Anak Cantik Sekali, kali ini dengan suara lebih nyaring.

Tiba-tiba … DOR! Terdengar bunyi letusan. Ban bis mendadak kempes. Bis pun dihentikan Pak Sopir.

“Pak,Bu, ban bisnya kempes! Pindah ke bis lain saja!” teriak Pak Sopir.

Serempak semua penumpang berdiri meninggalkan bis. Mereka tergesa-gesa mencari bis pengganti.

Fira ternganga. Ia sangat kecewa karena belum selesai menyanyi, para penumpang sudah turun. Untung Bang Fadil segera menghampirinya.

“Ayo, kita turun dan pulang. Abang senang dengan keberanianmu,” ajak Bang Fadil.

Fira mengikuti Bang Fadil. Padahal, tadi dia berencana setelah menyelesaikan lagu kedua akan menghampiri penumpang sambil mengedarkan topinya. Siapa tahu ada penumpang yang mau memberinya uang. Lalu, uang itu akan Fira sumbangkan pada pengamen lainnya.

Tiba di rumah, Bang Fadil langsung menceritakan kehebatan Fira pada mama. Walau sempat marah dengan ulah Fira dan Bang Fadil, mama akhirnya tertawa juga.

“Ya, sudah. Kalau kamu memang ingin jadi artis, Mama akan bantu. Kebetulan tadi ada teman Mama yang menelepon. Dia kerja di agensi iklan. Katanya, hari Minggu ada audisi untuk menyeleksi model iklan anak perempuan,” kata mama ikut semangat.

“Sungguh! Berarti besok ya, Ma!” Fira langsung kegirangan.

Tak sabar Fira menanti saat audisi tiba. Tiap menit, dia selalu mencoba beraneka gaya di depan kaca kamarnya.

***



Hari Minggu, Fira sudah sibuk bersiap diri sejak ayam jago tetangga berkokok. Sekitar pukul sepuluh, Fira berangkat ke sebuah kantor bersama mama.

Wah! Ternyata, anak-anak yang ikut audisi banyak juga. Mama mengantar Fira mengambil nomor tes. Mereka dapat nomor 230.

Hati Fira sedikit ciut ketika melihat peserta audisi lainnya berwajah sangat cantik. Mereka juga berpakaian seperti artis yang sudah terkenal.

“Ma, Fira kok, tidak dandan seperti mereka?” protes Fira.

“Tadi katanya kamu enggak mau Mama dandani,” timpal mama.

“Iya, Fira enggak mau didandanin Mama. Fira mau dandan sendiri.”

“Enggak bisa begitu. Kamu enggak tahu caranya. Ayo, kita cari tempat buat dandan,” ajak mama yang kini juga semangat melihat Fira akan jadi artis.

Mama mengajak Fira menjauh ke tempat agak sepi. Untung mama membawa perlengkapan riasnya. Meski agak lama, mama mendandani Fira. Fira diberi rias muka, sementara rambutnya tidak lagi dikepang. Mama menyemprotkan hairspray agar rambut Fira terlihat kaku.

Setelah merasa puas, mama dan Fira kembali ke ruang tunggu. Mereka masih harus menunggu 30 peserta lagi.

Srekkk! Sreeekkk!

“Mengapa kamu garuk-garuk melulu?” tanya mama pada Fira.

“Kepala Fira gatal, nih.”

Mama terkejut. Mama merasa bersalah. Ya, mestinya mama tadi agak hati-hati menyemprotkan hairspray. Tidak semua kulit kepala cocok disemprot cairan itu. Dan sepertinya, kulit kepala Fira alergi dengan hairspray.

Srekkk! Srekkkk! Fira terus menggaruk kepalanya.

Padahal, tinggal dua orang lagi giliran Fira.

“Ditahan saja dulu. Nanti setelah audisi, kamu harus segera keramas, ya!” ujar mama bingung.

Fira mengangguk. Ia berusaha menahan rasa gatal di kepalanya yang makin menjadi.

“Fira Fantasya!” panggil seorang wanita cantik tak lama kemudian.

Fira melangkah masuk ke ruangan audisi sambil menahan tangannya agar tak refleks menggaruk. Di dalam, ia bertemu tiga orang yang akan mengujinya. Sebuah kamera video juga siap merekamnya.

“Selamat siang, Fira. Siap ya. Kami ingin tahu akting Fira kalau kepala kamu lagi diserang kutu,” kata seorang pria klimis.

Hah! Fira tersentak Kebetulan sekali!

Fira langsung menggaruk kepalanya yang memang gatal bukan main. Srekkkk! Kesreekkk! Kesrekkk ….

“Stop! Bagus!” teriak ketiga juri yang kagum dengan akting Fira.

“Kamu betul-betul berakting seolah seperti yang banyak kutunya. Tapi, kamu tidak berkutu, kan?” tanya wanita bertubuh jangkung.

“Enggak, Tante. Boleh diperiksa kalau enggak percaya.”

“Enggak usah. Kami percaya. Nanti kami hubungi tiga hari lagi. Terima kasih!”

Fira ke luar ruangan. Sesekali, dia masih menggaruk kepalanya. Rambutnya sudah acak-acakan tak karuan.

“Fira, mengapa rambutmu? Pasti tadi kamu garuk-garuk terus, ya? Wah, kamu pasti gagal jadi bintang iklan,” sambut mama begitu Fira ke luar ruangan.

“Kita tunggu saja hasilnya tiga hari lagi. Begitu tadi pesan om dan tante di dalam,” kata Fira sambil garuk-garuk kepala.

Tiga hari kemudian, Fira mendapat kabar gembira dari agensi itu.

“Tadi, agensinya menelepon. Katanya, kamu sangat cocok dengan model iklan yang mereka butuhkan. Katanya, kamu akan jadi model iklan shampo khusus untuk anak-anak untuk membasmi kutu rambut. Mama sekarang jadi mengerti, alasan mereka menerimamu jadi bintang iklan,” ujar Mama begitu Fira pulang sekolah.

Fira ternganga, antara gembira dan kaget. Dia tak menyangka kalau jalannya menjadi artis harus dimulai dengan menjadi model iklan obat antikutu rambut.

“Yang penting keinginan kamu masuk teve dan terkenal bisa terkabul,” timpal Bang Fadil sambil tertawa. 
^_^




No comments: