Pada awal bulan ketujuh, Raja
Sagalaya selalu membuka lowongan kerja untuk abdi istana. Hal ini sekaligus
untuk mengurangi pengangguran di negerinya. Banyak perempuan yang melamar
sebagai pelayan istana. Di antara mereka, ikut juga seorang gadis kecil
berpakaian dekil. Ia menggendong seekor anak ayam dan menawarkan pada pelamar
yang sedang antre.
“Mengapa kau jual anak ayam itu?”
tanya seorang perempuan muda.
“Induknya mati. Aku tidak mampu merawatnya
lagi,” jawab pemilik anak ayam itu.
Perempuan muda itu akhirnya
membeli anak ayam itu.
“Mengapa Kakak ingin membelinya?”
tanya gadis kecil kumal itu.
“Karena nasib anak ayam ini sama
denganku. Hidup sebatang kara di dunia ini,” jawab perempuan muda.
Gadis kumal itu kemudian pergi.
Tak lama kemudian, datang dua petugas istana menghampiri si perempuan muda.
“Siapa namamu?” tanya salah satu
petugas.
“Namaku Nyi Herang dari Kampung
Cipancar,” jawabnya.
“Kamu dipersilakan langsung
bekerja di istana hari ini juga. Tugasmu adalah sebagai pelayan pribadi Puteri
Bungsu,” ujar petugas istana.
Nyi Herang terkejut dengan
pengangkatan tersebut. Demikian juga dengan pelamar lainnya. Tapi, setelah
petugas istana itu menjelaskan, barulah semua mengerti. Ternyata, gadis kecil
yang menjual anak ayam itu adalah Puteri Bungsu yang menyamar. Puteri Bungsu
rupanya ingin mencari sendiri pelayan untuk dirinya.
Nyi Herang sangat bahagia pada
hari pertamanya bekerja. Ia memang sangat ingin bekerja sebagai pelayan istana.
Tujuan utama Nyi Herang sebenarnya bukan untuk mencari nafkah, melainkan …
balas dendam!
Ya, Nyi Herang ingin membalas
dendam pada Pangeran Sulung. Dua bulan lalu, Nyi Herang berjualan di pasar
menemani ibunya. Saat itu, kebetulan Pangeran Sulung sedang berkunjung
mengawasi harga-harga di pasar ditemani pasukannya. Namun, saat berada di dekat
gerobak dagangan Nyi Herang, tiba-tiba kuda Pangeran Sulung mengamuk. Rupanya,
kuda itu kaget melihat belut yang dijual Nyi Herang, hingga Pangeran Sulung
terjatuh. Naasnya, ibu Nyi Herang terpelanting oleh tendangan kuda yang
ditunggangi Pangeran Sulung.
Sejak peristiwa itu, Nyi Herang dilarang
berdagang lagi di pasar. Padahal, luka dalam ibu Nyi Herang cukup parah. Karena
tidak mampu membeli obat, ibu Nyi Herang kemudian meninggal dunia.
Nyi Herang sangat sedih karena ia
jadi sebatang kara. Ia pun berniat membalas dendam kepada Pangeran Sulung.
Kini, Nyi Herang sudah berhasil
masuk ke istana. Ia sangat menyukai Puteri Bungsu yang baik hati. Namun, ia
tetap mencari jalan untuk mendekati Pangeran Sulung dan memberinya racun. Sudah
enam hari ia bekerja di istana, Pangeran Sulung belum juga tampak.
Suatu hari, Puteri Bungsu
memanggil Nyi Herang agar mengikutinya. “Temani aku menemui kakakku,” pinta
Puteri Bungsu.
Nyi Herang membuntuti Puteri
Bungsu dengan dada berdebar. Mereka masuk ke sebuah kamar besar. Akhirnya, saat yang dinantikan tiba juga, pikir
Ny Herang.
Tapi, alangkah terkejutnya Nyi
Herang ketika melihat Pangeran Sulung berbaring tidak berdaya. Apa yang terjadi
dengan Pangeran Sulung?
“Kakanda, bagaimana kabarmu? Ini
pelayan saya yang baru. Namanya Nyi Herang,” ucap Puteri Bungsu sambil
mendekati Pangeran Sulung.
Nyi Herang memaksa bibirnya untuk
tersenyum. Mata Pangeran Sulung hanya mengedip pelan. Puteri Bungsu mengecup
kening kakaknya. Setelah itu, ia pamit sambil menahan isak tangisnya. Di kamar,
Puteri Bungsu baru menumpahkan air matanya di depan Nyi Herang. Rupanya, selama
ini ia menyembunyikan kesedihannya di depan semua orang.
“Apa yang telah menimpa Pangeran
Sulung, Tuan Puteri?” tanya Nyi Herang yang tersentuh hatinya melihat kesedihan
Puteri Bungsu.
“Aku sendiri tidak tahu. Awalnya,
ia terjatuh dari kudanya di pasar. Tapi, kakakku hanya terkilir, belum separah
tadi. Lama-kelamaan, sakitnya makin parah. Seorang tabib mengatakan, penyakit
kakakku dikarenakan dendam seorang yang terluka hatinya. Sayang, Pak Tabib
tidak memberitahu orangnya,” papar Puteri Bungsu sambil mengusap air matanya.
“Apakah Tuan Puteri sangat
menyayangi Pangeran?” tanya Nyi Herang.
“Ya, aku sangat menyanginya. Saat
ini, melihat keadaannya aku sudah seperti kehilangannya,” jawab Puteri Bungsu.
“Hamba bisa merasakan kesedihan
Puetri Bunsgu. Hamba juga pernah merasakan kehilangan orang yang hamba
sayangi,” timpal Nyi Herang.
Puteri Bungsu masih sesegukan.
“Percayalah, Pangeran Sulung pasti akan sembuh. Asal
Tuan puteri sungguh-sungguh berdoa,” lanjut Nyi Herang.
Puteri Bungsu menganggukkan
kepala.
Sore harinya, Nyi Herang pergi ke
makam ibunya.
“Ibu, aku tahu Ibu tidak pernah
mengajarkanku menyimpan dendam di hati. Maafkan aku, Bu. Aku telah keliru
mendendam pada seseorang. Mulai sekarang, aku akan menghapus semua dendamku.
Dendam ini hanya akan menambah jumlah orang yang bersedih,” gumam Nyi Herang
sambil menatap gundukan tanah di depannya.
Satu minggu kemudian, kesehatan
Pangeran Sulung berangsur baik. Puteri Bungsu begitu gembira. Namun, sayang ia
tidak berhasil menemukan Nyi Herang, meski Puteri Bungsu telah menitahkan para
prajurit istana mencarinya.
No comments:
Post a Comment