Friday, October 26, 2012

CERNAK, 28 Oktober 2012




NYI HERANG


Pada awal bulan ketujuh, Raja Sagalaya selalu membuka lowongan kerja untuk abdi istana. Hal ini sekaligus untuk mengurangi pengangguran di negerinya. Banyak perempuan yang melamar sebagai pelayan istana. Di antara mereka, ikut juga seorang gadis kecil berpakaian dekil. Ia menggendong seekor anak ayam dan menawarkan pada pelamar yang sedang antre.
“Mengapa kau jual anak ayam itu?” tanya seorang perempuan muda.
“Induknya mati. Aku tidak mampu merawatnya lagi,” jawab pemilik anak ayam itu.
Perempuan muda itu akhirnya membeli anak ayam itu.
“Mengapa Kakak ingin membelinya?” tanya gadis kecil kumal itu.
“Karena nasib anak ayam ini sama denganku. Hidup sebatang kara di dunia ini,” jawab perempuan muda.
Gadis kumal itu kemudian pergi. Tak lama kemudian, datang dua petugas istana menghampiri si perempuan muda.
“Siapa namamu?” tanya salah satu petugas.
“Namaku Nyi Herang dari Kampung Cipancar,” jawabnya.
“Kamu dipersilakan langsung bekerja di istana hari ini juga. Tugasmu adalah sebagai pelayan pribadi Puteri Bungsu,” ujar petugas istana.
Nyi Herang terkejut dengan pengangkatan tersebut. Demikian juga dengan pelamar lainnya. Tapi, setelah petugas istana itu menjelaskan, barulah semua mengerti. Ternyata, gadis kecil yang menjual anak ayam itu adalah Puteri Bungsu yang menyamar. Puteri Bungsu rupanya ingin mencari sendiri pelayan untuk dirinya.
Nyi Herang sangat bahagia pada hari pertamanya bekerja. Ia memang sangat ingin bekerja sebagai pelayan istana. Tujuan utama Nyi Herang sebenarnya bukan untuk mencari nafkah, melainkan … balas dendam!
Ya, Nyi Herang ingin membalas dendam pada Pangeran Sulung. Dua bulan lalu, Nyi Herang berjualan di pasar menemani ibunya. Saat itu, kebetulan Pangeran Sulung sedang berkunjung mengawasi harga-harga di pasar ditemani pasukannya. Namun, saat berada di dekat gerobak dagangan Nyi Herang, tiba-tiba kuda Pangeran Sulung mengamuk. Rupanya, kuda itu kaget melihat belut yang dijual Nyi Herang, hingga Pangeran Sulung terjatuh. Naasnya, ibu Nyi Herang terpelanting oleh tendangan kuda yang ditunggangi Pangeran Sulung.
Sejak peristiwa itu, Nyi Herang dilarang berdagang lagi di pasar. Padahal, luka dalam ibu Nyi Herang cukup parah. Karena tidak mampu membeli obat, ibu Nyi Herang kemudian meninggal dunia.
Nyi Herang sangat sedih karena ia jadi sebatang kara. Ia pun berniat membalas dendam kepada Pangeran Sulung.
Kini, Nyi Herang sudah berhasil masuk ke istana. Ia sangat menyukai Puteri Bungsu yang baik hati. Namun, ia tetap mencari jalan untuk mendekati Pangeran Sulung dan memberinya racun. Sudah enam hari ia bekerja di istana, Pangeran Sulung belum juga tampak.
Suatu hari, Puteri Bungsu memanggil Nyi Herang agar mengikutinya. “Temani aku menemui kakakku,” pinta Puteri Bungsu.
Nyi Herang membuntuti Puteri Bungsu dengan dada berdebar. Mereka masuk ke sebuah kamar besar.  Akhirnya, saat yang dinantikan tiba juga, pikir Ny Herang.
Tapi, alangkah terkejutnya Nyi Herang ketika melihat Pangeran Sulung berbaring tidak berdaya. Apa yang terjadi dengan Pangeran Sulung?
“Kakanda, bagaimana kabarmu? Ini pelayan saya yang baru. Namanya Nyi Herang,” ucap Puteri Bungsu sambil mendekati Pangeran Sulung.
Nyi Herang memaksa bibirnya untuk tersenyum. Mata Pangeran Sulung hanya mengedip pelan. Puteri Bungsu mengecup kening kakaknya. Setelah itu, ia pamit sambil menahan isak tangisnya. Di kamar, Puteri Bungsu baru menumpahkan air matanya di depan Nyi Herang. Rupanya, selama ini ia menyembunyikan kesedihannya di depan semua orang.
“Apa yang telah menimpa Pangeran Sulung, Tuan Puteri?” tanya Nyi Herang yang tersentuh hatinya melihat kesedihan Puteri Bungsu.
“Aku sendiri tidak tahu. Awalnya, ia terjatuh dari kudanya di pasar. Tapi, kakakku hanya terkilir, belum separah tadi. Lama-kelamaan, sakitnya makin parah. Seorang tabib mengatakan, penyakit kakakku dikarenakan dendam seorang yang terluka hatinya. Sayang, Pak Tabib tidak memberitahu orangnya,” papar Puteri Bungsu sambil mengusap air matanya.
“Apakah Tuan Puteri sangat menyayangi Pangeran?” tanya Nyi Herang.
“Ya, aku sangat menyanginya. Saat ini, melihat keadaannya aku sudah seperti kehilangannya,” jawab Puteri Bungsu.
“Hamba bisa merasakan kesedihan Puetri Bunsgu. Hamba juga pernah merasakan kehilangan orang yang hamba sayangi,” timpal Nyi Herang.
Puteri Bungsu masih sesegukan.
“Percayalah, Pangeran Sulung pasti akan sembuh. Asal Tuan puteri sungguh-sungguh berdoa,” lanjut Nyi Herang.
Puteri Bungsu menganggukkan kepala.
Sore harinya, Nyi Herang pergi ke makam ibunya.
“Ibu, aku tahu Ibu tidak pernah mengajarkanku menyimpan dendam di hati. Maafkan aku, Bu. Aku telah keliru mendendam pada seseorang. Mulai sekarang, aku akan menghapus semua dendamku. Dendam ini hanya akan menambah jumlah orang yang bersedih,” gumam Nyi Herang sambil menatap gundukan tanah di depannya.
Satu minggu kemudian, kesehatan Pangeran Sulung berangsur baik. Puteri Bungsu begitu gembira. Namun, sayang ia tidak berhasil menemukan Nyi Herang, meski Puteri Bungsu telah menitahkan para prajurit  istana mencarinya.

No comments: