Oleh Benny Rhamdani
“Sampaikan salam ibu untuk
Kakek. Maaf, Ibu kurang enak badan, jadi tidak bisa mengantarmu,” ucap Ibu di
pintu rumah saat mengantar Wang.
“Baik,
Bu,” kata Wang sambil mengangkat wadah dari anyaman bambu berisi bakpau buatan
Ibu.
Wang
berjalan meninggalkan rumahnya. Hari ini Wang ingin mengunjungi Kakek yang
sedang berulang tahun. Rencananya, Wang akan pergi bersama Ibu. Tapi Ibu sakit.
Untunglah Ibu masih bisa membuatkan bakpau untuk Kakek.
“Hai,
Topi Lebar! Mau pergi ke mana buru-buru?”
Wang
yang selalu mengenakan topi caping lebar hingga menutup matanya itu menoleh.
Lung, Cen dan Liu berjalan menghampirinya.
“Aku
hendak menemui kakekku,” jawab Wang sambil terus berjalan ke tepi sungai, tempat
ia menambatkan sampan keluarganya.
“Hari
masih pagi. Ayo, kita berenang bersama dulu,” ajak Liu.
Wang
terdiam sejenak. Ajakan yang menggoda. “Tapi aku ingin segera bertemu Kakek.
Besok saja ya,” tolak Wang.
Untunglah
teman-teman Wang tidak memaksanya. Wang kemudianm naik ke sampan dan mulai
mendayung. Dia meihat tiga temannya itu mulai menceburkan diri ke sungai. Wuah,
sepagi ini pasti segar berenang di sungai, pikir Wang.
Wang
terus mendayung mengikuti arus sungai. Rumah kakek dua desa dari desanya. Cukup
jauh kalau berjalan kaki. Makanya Wang memilih naik sampan.
Sambil mendayung, sesekali Wang bersenandung.
Di tengah perjalanan tiba-tiba dia mendengar suara rintihan di pinggir sungai.
“Tolong
… tolong …”
Wang
mencari sumber suara itu. Dia kemudian melihat seorang perempuan setengah baya
tengah terduduk di pinggir sungai. Wang ragu-ragu untuk menolongnya. Dia tak
mengenal perempuan itu. Lagi pula Wang ingin segera sampai ke rumah kakek.
“Tolong
… tolong …”
Wang
membuang keraguannya. Dia menepikan sampannya, lalu turun dari sampan dan
menghampiri perempuan itu.
“Apa
yang terjadi, Bu?” tanya Wang cemas.
“Aku
terpeleset. Kakiku tersangkut akar. Tolong bantu aku mengeluarkan kakiku,”
jawab perempuan itu.
Wang
segera melihat kaki perempuan itu. Benar saja, pergelangan kakinya menyangkut
di akar. Segera Wang memotong akar itu,
hingga kaki perempuan itu bisa dikeluarkan tanpa luka.
“Sakit
kakinya, Bu?” tanya Wang cemas perempuan itu tidak bisa berjalan.
“Sedikit
sakit. Tapi aku punya obat penghilang sakit.” Perempuan itu mengeluaran kendi
kecil berisi cairan ramuan obat. Dia mengolesnya ke pergelangan kaki. Tak
berapa lama perempuan itu berdiri. “Terima kasih, Nak. Kamu baik hati mau
menolongku. Maaf aku sudah mengganggu perjalananmu.”
“Ah,
pertolonganku tak seberapa,” kata Wang.
“Terimalah
kendi obat ini. Mungkin suatu hari akan berguna untumu. Aku adalah seorang
tabib. Ramuan di kendi itu bila dioleskan ke tubuh kita bisa menyembuhkan
banyak penyakit,” kata perempuan itu sambil memberikan kendi kecilnya.
Wang
menerimanya dan berterima kasih. Dia kembali ke sampan setelah berpamitan.
Wang
meneruskan perjalanannya. Persaannya
semakin gembira ketika desa yang ditujunya tinggal beberapa kayuh dayung. Wang
segera menambatkan kayunya di tepi sungai, tampat kakek juga menambatkan
sampannya.
Dari
tepi sungai Wang tak lama berjalan sudah sampai di ruah Kakek. Tapi kok sepi
ya?
Tok-tok-tok.
Wang mengetuk pintu kayu rumah Kakek. Tak ada sahutan. Wang membuka pintu yang
tak terunci. Di ruang tengah juga sepi. Wang berjalan ke kamar kakek.
“Hantuuuu!”
teriak Wang kaget melihat mahluk dengan
muka berbintik-bintik merah.
“Wang!
Ini kakek bukan hantu!”teriak Kakek yang terbaring di tempat tidur.
Wang
mendekati tempat tidur. Ya, ternyata itu Kakek. Bukan hantu.
“Kakek
kena cacar. Badan Kakek agak lemas, jadi Kakek memilih berbaring hari ini,”
kata Kakek.
Kasihan
Kakek, pikir Wang. Di hari ulang tahun malah kena cacar. Untunglah Wang pernah
kena cacar, jadi tak takut tertular kakek. Wang kemudian membuka bakpau hadiah
dari ibunya, saat itulah ia menemukan kendi kecil dari tabib perempuan tadi.
“Kakek,
aku oleskan kulit Kakek dengan obat ini ya,” pinta Wang.
Kakek
memperhatikan kendi kecil itu. “Wuah, dari mana kamu mendapatan obat mahal ini.
Aku kenal kendi ini milik Tabib Hwa yang terkenal itu?”
Wang
menceritakan pengalamannya sambil mengoleskan ramuan itu ke kulit Kakek. Sebentar
saja, kulit Kakek langsung sembuh. Benar-benar ramuan mujarab. Karena Kakek
sehat, mereka kemudian bersama-sama menghabiskan bakpau buatan Ibu. Benar-benar
hari ulang tahun Kakek yang menggembirakan
^_^
No comments:
Post a Comment