Friday, October 05, 2012

CERNAK, 7 OKTOBER 2012



Wang dan Hantu
Oleh Benny Rhamdani

            “Sampaikan salam ibu untuk Kakek. Maaf, Ibu kurang enak badan, jadi tidak bisa mengantarmu,” ucap Ibu di pintu rumah saat mengantar Wang.
            “Baik, Bu,” kata Wang sambil mengangkat wadah dari anyaman bambu berisi bakpau buatan Ibu.
            Wang berjalan meninggalkan rumahnya. Hari ini Wang ingin mengunjungi Kakek yang sedang berulang tahun. Rencananya, Wang akan pergi bersama Ibu. Tapi Ibu sakit. Untunglah Ibu masih bisa membuatkan bakpau untuk Kakek.
            “Hai, Topi Lebar! Mau pergi ke mana buru-buru?”
            Wang yang selalu mengenakan topi caping lebar hingga menutup matanya itu menoleh. Lung, Cen dan Liu berjalan menghampirinya.
            “Aku hendak menemui kakekku,” jawab Wang sambil terus berjalan ke tepi sungai, tempat ia menambatkan sampan keluarganya.
            “Hari masih pagi. Ayo, kita berenang bersama dulu,” ajak Liu.
            Wang terdiam sejenak. Ajakan yang menggoda. “Tapi aku ingin segera bertemu Kakek. Besok saja ya,” tolak Wang.
            Untunglah teman-teman Wang tidak memaksanya. Wang kemudianm naik ke sampan dan mulai mendayung. Dia meihat tiga temannya itu mulai menceburkan diri ke sungai. Wuah, sepagi ini pasti segar berenang di sungai, pikir Wang.
            Wang terus mendayung mengikuti arus sungai. Rumah kakek dua desa dari desanya. Cukup jauh kalau berjalan kaki. Makanya Wang memilih naik sampan.
              Sambil mendayung, sesekali Wang bersenandung. Di tengah perjalanan tiba-tiba dia mendengar suara rintihan di pinggir sungai.
            “Tolong … tolong …”
            Wang mencari sumber suara itu. Dia kemudian melihat seorang perempuan setengah baya tengah terduduk di pinggir sungai. Wang ragu-ragu untuk menolongnya. Dia tak mengenal perempuan itu. Lagi pula Wang ingin segera sampai ke rumah kakek.
            “Tolong … tolong …”
            Wang membuang keraguannya. Dia menepikan sampannya, lalu turun dari sampan dan menghampiri perempuan itu.
            “Apa yang terjadi, Bu?” tanya Wang cemas.
           “Aku terpeleset. Kakiku tersangkut akar. Tolong bantu aku mengeluarkan kakiku,” jawab perempuan itu.
            Wang segera melihat kaki perempuan itu. Benar saja, pergelangan kakinya menyangkut di akar. Segera  Wang memotong akar itu, hingga kaki perempuan itu bisa dikeluarkan tanpa luka.
            “Sakit kakinya, Bu?” tanya Wang cemas perempuan itu tidak bisa berjalan.
            “Sedikit sakit. Tapi aku punya obat penghilang sakit.” Perempuan itu mengeluaran kendi kecil berisi cairan ramuan obat. Dia mengolesnya ke pergelangan kaki. Tak berapa lama perempuan itu berdiri. “Terima kasih, Nak. Kamu baik hati mau menolongku. Maaf aku sudah mengganggu perjalananmu.”
            “Ah, pertolonganku tak seberapa,” kata Wang.
          “Terimalah kendi obat ini. Mungkin suatu hari akan berguna untumu. Aku adalah seorang tabib. Ramuan di kendi itu bila dioleskan ke tubuh kita bisa menyembuhkan banyak penyakit,” kata perempuan itu sambil memberikan kendi kecilnya.
            Wang menerimanya dan berterima kasih. Dia  kembali ke sampan setelah berpamitan.
            Wang meneruskan perjalanannya.  Persaannya semakin gembira ketika desa yang ditujunya tinggal beberapa kayuh dayung. Wang segera menambatkan kayunya di tepi sungai, tampat kakek juga menambatkan sampannya.
            Dari tepi sungai Wang tak lama berjalan sudah sampai di ruah Kakek. Tapi kok sepi ya?
            Tok-tok-tok. Wang mengetuk pintu kayu rumah Kakek. Tak ada sahutan. Wang membuka pintu yang tak terunci. Di ruang tengah juga sepi. Wang  berjalan ke kamar kakek.
            “Hantuuuu!” teriak Wang kaget melihat  mahluk dengan muka berbintik-bintik merah.
            “Wang! Ini kakek bukan hantu!”teriak Kakek yang terbaring di tempat tidur.
            Wang mendekati tempat tidur. Ya, ternyata itu Kakek. Bukan hantu.
            “Kakek kena cacar. Badan Kakek agak lemas, jadi Kakek memilih berbaring hari ini,” kata Kakek.
            Kasihan Kakek, pikir Wang. Di hari ulang tahun malah kena cacar. Untunglah Wang pernah kena cacar, jadi tak takut tertular kakek. Wang kemudian membuka bakpau hadiah dari ibunya, saat itulah ia menemukan kendi kecil dari tabib perempuan tadi.
            “Kakek, aku oleskan kulit Kakek dengan obat ini ya,” pinta Wang.
            Kakek memperhatikan kendi kecil itu. “Wuah, dari mana kamu mendapatan obat mahal ini. Aku kenal kendi ini milik Tabib Hwa yang terkenal itu?”
            Wang menceritakan pengalamannya sambil mengoleskan ramuan itu ke kulit Kakek. Sebentar saja, kulit Kakek langsung sembuh. Benar-benar ramuan mujarab. Karena Kakek sehat, mereka kemudian bersama-sama menghabiskan bakpau buatan Ibu. Benar-benar hari ulang tahun Kakek yang menggembirakan
^_^

No comments: