Friday, May 09, 2014

Cernak, 11 Mei 2014

 

 

Tas Sekolah

oleh Benny Rhamdani


 
      Tas itu masih bagus. Warnanya juga belum memudar. Itu sebabnya Wanti senang ketika Ibu memberikan tas itu untuknya. Wanti tahu itu bukan tas baru yang dibeli Ibu di toko.
Terimakasih, Bu," ucap Wanti seraya terus memandangi tas berwama putih bergambar Garfield.  "Kok mirip dengan yang dipakai Vina kalau sekolah,Bu?"
    “Tas itu memang dari Bu Ramli, ibuVina," jawab Ibu menjelaskan.
    "Lho apa nanti tidak akan membuat Vina marah,karena tas ini diberikan pada Wanti?" tanya Wanti lagi.
    "Vina sudah dibelikan yang baru, jadi tas itu diberikan padamu."
Wanti puas dengan jawaban Ibu. Tidak ada lagi keraguan untuk memakai tas sekolah itu besok pagi ke sekolah.Sebenarnya sudah lama Wanti menginginkan tas baru. Tas yang biasa dipakainya sudah butut. Tetapi Wanti mesti bersabar untuk mendapatkan sebuah tas baru. Ia tidak mau menuntut kepada Bapak yang cuma tukang becak. Atau pada Ibu yang selama ini menerima pakaian orang lain untuk dicuci dan disetrika.
    Esok paginya Wanti berangkat sekolah dengan hati senang. Tas barunya digantung di bahu kanannya. Sampai di kelas ia langsung memasukkan tasnya ke laci meja. Wanti tidak ingin berita tentang tas barunya itu disebar oleh teman-temannya. Tidak enak kalau sampai ketahuan Vina.
    Untuk beberapa saat Wanti merasa tenang karena teman-temannya sibuk memperhatikan tas baru Vina. Tetapi ketika istirahat, Hani — teman sebangku Wanti — tahu tentang tas itu. Berita itu menyebar. Wanti hanya diam, tidak tahu apa yang mesti dilakukannya.
    "Semoga Vina tidak marah padaku," doa Wanti di dalam hati.
    Wanti memang khawatir sekali. Hal itu beralasan, sebab selama ini Vina memang tidak pernah mengambil sikap bersahabat dengannya. Vina merasa tersaingi dalam bidang pelajaran ataupun dalam merebut simpati teman-teman sekelasnya. Ah, sebenarnya salah Vina juga.Dia selalu memamerkan kekayaannya di depan teman-temannya.
    Apa yang dikhawatirkan Wanti ternyata benar-benar terjadi. Pulang sekolah, Vina mencegatnya di pintu gerbang.
    "Heh, tas sekolah itu kan punyaku. Pantas tadi pagi aku tidak melihatnya. Rupanya ibumu telah mencurinya untukmu!" sungut Vina sambil bertolak pinggang.
    "Itu tidak benar. Ibumu sudah memberikan tas ini kepada ibuku," sangkal Wanti.
    "Bohong! Ibuku tidak memberitahu hal itu padaku," seru Vina nyaring. Tangannya dengan cepat merebut tas sekolah di pundak Wanti. Kemudian Vina membuka risluiting tas itu danmenghamburkan isi tas itu ke jalan.
    "Akan kuberi tahu ibuku kalau ibumu telah mencuri tasku ini," kata Vina sambil bergegas menuju mobil jemputannya.
    Tinggal Wanti yang dengan sedih memunguti buku-buku dan pulpennya yang berserakan di jalan. Beberapa teman dekatnya ikut membantu Wanti.
    "Sudahlah, Wanti. Memang sifat Vina begitu," hibur Hani.
    Wanti berusaha tenang. Ia tidak mau teman-temannya tahu hatinya sedih. Sedih karena ibunya telah dituduh mencuri.
    Setiba di rumah Wanti menceritakan segalanya kepada Ibu. Dan Ibu tampak tidak bereaksi apa-apa. la tampak sabarsekali.
    "Besok kamu pakai tas sekolahmu yang lama lagi saja. Peristiwa itu lupakan saja. Asal kamu tahu, Ibu tidakpernah mencuri," kata Ibu bijak. Ibu lalu mengajak Wanti makan siang.Tidak lama setelah selesai makan, mereka dikejutkan oleh suara ketukan pintu.Ketika Wanti membuka pintu, yang datang ternyata Bu Ramli beserta Vina.
    Ibu mempersilakan mereka duduk.
    "Tadi pulang sekolah Vina datang pada saya, sambil menceritakan apa yang ia lakukan pada Wanti. Sungguh saya marah sekali karena Vina telah berbuat salah," Bu Ramli langsung menjelaskan maksud kedatangannya. Di sampingnya, Vina duduk dengan muka tertunduk.
    "Kami sudah melupakannya,"ucap Ibu.
    "Ya, tapi Vina harus diberi pelajaran agar jera. Karenanya saya bermaksud memberikan tas baru Vina padaWanti. Biar saja Vina memakai tas lamanya yang kemarin saya berikan pada Wanti," tutur Bu Ramli. Ia menyodorkan bungkusan koran kepada Ibu.
    "Sebenarnya tas ini tidak Wanti perlukan sekali. Ia cuma ingin agar Vina mau bersahabat dengannya. Dan Wanti tidak ingin Vina dendam di kemudian hari," tolak Ibu halus.
    Bu Ramli memandang ke arah Vina.Vina disuruh meminta maaf pada Wanti.
    "Aku juga minta maaf! Mungkin aku juga punya salah padamu. Dan berjanjilah setelah ini, kita saling bersahabat," balas Wanti setelah Vina meminta maaf padanya.
    Vina mengangguk, lalu berkata,"Sebaiknya kamu terima saja tas itu. Sebagai tanda persahabatan kita."
    "Terima kasih, Vina," ucapWanti. Ia mengambil tas yang dibungkus koran itu. Ya, kalau pemberian itu tulusdan ikhlas, sebaiknya memang diterima dengan tulus dan ikhlas pula. ***

No comments: