Friday, November 14, 2014

Cernak, 16 November 2014



Surat Misterius


oleh Benny Rhamdani


Rasanya senang sekali ketika akhirnya aku tahu letak kamarku. Ya, kamar yang akan kudiami selama aku menjadi murid di sekolah berasrama Lovely School. Berada di lantai tiga bangunan berlantai empat. Meskipun tak seluas kamar rumahku, tapi aku suka sekali pemandangannya. Menghadap ke pantai!

"Nah, beristirahatlah dulu. Limabelas menit lagi  semua harus berkumpul di hall. Letaknya di sayap kiri dari lobi sekolah," kata Nania, senior yang menjadi pendampingku.

"Baiklah," kataku.

Aku memandang melalui jendela. Melihat pantai. Suara deburan ombaknya menenangkan hatiku yang sempat ragu masuk sekolah berasrama ini. Kurapikan barang bawaanku yang tiba sebelum aku. Tak banyak yang aku bawa, selain pakaian dan foto keluargaku.

Tanpa terasa aku mendengar suara dari pengeras suara agar murid baru segera berkumpul di hall. Aku pun turun ke tempat itu bersama murid-murid baru lainnya. Di sini sekolah khusus perempuan, jadi aku tak menemukan satu pun murid lelaki.

"Hai Irene, switermu bagus sekali," sapa seorang murid didekatku. "Namaku Alysa."

"Terima kasih. Pita rambutmu juga lucu," balasku sambil tersenyum. Cara berkenalan yang indah.

Bu Rosemary, Kepala Sekolah, memberi sambutan. Aku tak begitu memerhatikan. Mungkin karena masih gugup jadi aku masih sibuk dengan pikiranku sendiri. Setelah limabelas menit mendengar pidatonya, kami semua disuguhkan makanan selamat datang berupa sandwich yang lezat.

Setelah makan aku kembali ke kamarku. Masih ada dua hari untuk kami menyesuaikan diri dengan kehidupan asrama sebelum masuk masa sekolah. Sebagian murid baru mendatangi senior-senior yang memamerkan kehebatan ekstra kurikuler di sekolah ini. Ada berkuda, berenang, menulis, fotografi. Hm, tapi tak ada yang sesuai denganku.


Karena bosan di kamar aku berjalan menuju pantai. Saat itulah aku seperti mendengar suara bisikan.

"Bacalah suratku ..."



Aku menoleh, mencari sumber suara. Tapi tak ada.

"Bacalah suratku ..."

Suara itu terdengar lagi ketika aku berusaha melupakannya.

"Irene! Tunggu!"

Kali ini suara yang melengking. Kulihat Alysa berlari dari kejauhan.

"Boleh aku bersamamu?" tanya Alysa begitu mendekat.

"Tentu saja." Aku sih sedikit heran. Mengapa Alysa mau ikut bersamaku? Bukankah banyak murid baru yang kelihatannya lebih ramah dariku untuk diajak berteman. Kata sepupuku, mukaku ini muka galak dan judes. Jarang orang yang mau dekat denganku jika belum kenal.

Kami berdua berjalan menyusuri pantai. Saling bercerita tentang diri kami. Yang mengejutkan adalah ketika Alysa bercerita bahwa dirinya memiliki 'kelebihan' dibandingkan anak-anak lainnya.

"Mungkin kamu akan menertawakan aku. Tapi aku harus memberitahumu. Aku sering mendapat bayangan tentang apa yang akan terjadi. Salah satu bayang yang sering datang dan membawa aku ke sini adalah, seorang gadis cilik yang memintaku menemuimu di Lovely School," papar Alysa.

"Menemuiku? Kenapa?"

"Iya, dia memintaku agar bertemu dengan Alysa di Lovely Shool. Lalu, aku melihatmu. Itu sebabnya aku menegur duluan tadi. Karena aku sudah melihatmu sebelumnya," kata Alysa.

Aku baru sadar. Alysa memang telah menyebeut namaku saat berkenalan. Padahal aku belum memberi tahu namaku.

"Untuk apa orang itu menyuruhmu menemuiku?" tanyaku kemudian.

"Aku juga nggak tahu. Mungkin kamu yang harus menceritakan kepadaku. Apakah kamu mengalami hal aneh beberapa hari ini?"

"Beberapa hari? Tidak. Kurasa baru beberapa menit lalu. Sebelum kamu memanggilku. Aku mendengar suara seseorang yang memintaku membaca surat. Tapi aku tidak mengerti surat apaan."

"Kalau begitu kita harus mencari suratnya. Mungkin di kamarmu."

Kami segera ke kamarku. Inilah bakatku. Menjadi seorang detektif. Kami segera menggeledah kamarku. Tapi tak menemukan yang kami cari. Sampai akhirnya aku melihat bingkai foto sekolah di dinding. Letaknya sedikit miring.

"Aku tahu surat itu ada di mana," gumamku. Segera kuangkat bingkai itu. Benar saja, di balik bingkai itu aku menemukan kertas yang dilipat. Sengaja disembunyikan di sana.


Aku dan Alysa membacanya bersama.

Hai, namaku Miko. Itu nama asliku. Tapi selama di sini namaku menjadi Mika. Itu karena aku tidak bisa sekolah di sini kalau aku jadi anak lelaki. Ibuku yang ingin aku sekolah di sini. Katanya ini sekolah terbaik. Dan dulu Ibuku sekolah di sini.

Sejak kecil sekali Ibuku memang selalu menganggap aku anak perempuan. Ibu memang ingin punya anak perempuan. Tapi setelah melahirkan aku, Ibu tak bisa lagi mengandung. Aku adalah anak penurut. Aku tidak mau menolak keinginan Ibu. 

Tapi lama kelamaan aku tidak suka diperlakukan begini. Aku seperti pura-pura. Lagi pula ada beberapa teman yang mulai mencurigaiku. Aku tidak pernah mau bersama-sama di ruang ganti. Ah, aku bingung.

Aku ingin menjadi Miko. Tapi aku tak mau membuat Ibuku sedih. Ya, aku ingin mengatakan kepada semua teman-temanku di sini, namaku adalah Miko, bukan Mika.

dari aku ...

Miko

Aku kaget membacanya. Alysa juga. Kami juga sedih membayangkan derita Miko yang harus menuruti keinginan aneh ibunya. Ibuku juga menginginkan aku sekolah di Lovely School, tapi tidak memaksa. Kata Ibu, kalau aku tidak betah boleh pindah.

"Mari kita bertemu Kepala Sekolah. Kita harus menyerahkan surat ini," kata Alysa.

Aku dan Alysa bergegas ke ruangan kepala sekolah. Untunglah Bu Rosemary ada di tempatnya, dan sedang tidak ada tamu. Kami langsung menyampaikan maksud kami dan menyerahkan surat itu. Kulihat Bu Rosemary pucat dan menangis sedih.

"Miko adalah anakku. Dia meninggal ketika sedang berenang di pantai setahun lalu. Rupanya, dia suka berenang di malam hari, karena tidak bisa berenang di siang hari. Tapi saat itu ombak sedang besar ...."

Kami terdiam, lalu pamit. Kami berjanji tak akan menceritakan hal ini kepada siapapun, kecuali Bu Rosemary sendiri.

Setelah itu, aku tak pernah lagi mendengar suara berbisik. Tapi aku dan Alysa jadi bersahabat. Terutama jika Alysa melihat bayangan-bayangan yang tak dia mengerti. Maka bersama akulah kami memecahkan misteri itu.

No comments: