Friday, April 15, 2016

Hore, 17 April 2016


Tiga Kesenian Betawi yang Terkenal



Kalian sudah pernah melihat kesenian Betawi? Jika belum pernah melihatnya langsung, kita bisa lho melihat di Internet. Ada baiknya kita manfaatkan Internet untuk mengenal seni budaya tanah air.

Nah, kali ini kita kenalan dengan tiga kesenian Betawi yang terkenal yuk. Apa saja ya?

Ondel-ondel



Ondel-ondel adalah manekin raksasa yang tak dapat dipisahkan dari budaya Betawi dan Ikon Jakarta. Tingginya sekitar 2 meter. Ondel-ondel biasanya tampil berpasangan, sang pria mengenakan topeng merah dengan kumis dan cambang serta pakaian berwarna gelap. Sementara si wanita bertopeng putih dengan gincu merah dan menggunakan pakaian berwarna terang. Keduanya dilengkapi hiasan kepala khas Melayu bernama Kembang Kelapa. 

Agar bisa dimainkan dan tampak hidup, ondel-ondel dibuat dari rangka bambu yang memungkinkan orang membawanya dari dalam. Ondel-ondel biasanya ditampilkan pada sebuah arak-arakan dalam sejumlah acara, seperti pernikahan atau sunatan. Arak-arakan semakin meriah karena ada irama tanjidor atau gambang kromong yang mengiringinya.

Lenong



Lenong adalah teater rakyat khas Betawi yang dikenal sejak tahun 1920-an. Sejak awal keberadaannya, lenong diiringi dengan musik gambang kromong. Dalam Lenong dikenal dua jenis cerita, yaitu Lenong Denes yang bercerita tentang kerajaan atau kaum bangsawan, dan Lenong Preman yang berkisah tentang kehidupan rakyat sehari-hari.

Lenong Denes sendiri adalah perkembangan dari bermacam bentuk teater rakyat Betawi yang sudah punah, seperti wayang sumedar, wayang senggol ataupun wayang dermuluk. Sementara Lenong Preman disebut-sebut sebagai perkembangan dari wayang sironda. Yang cukup signifikan dalam perbedaan penampilan kedua lenong tersebut, Lenong Denes umumnya menggunakan bahasa Melayu halus, sedangkan Lenong Preman rata-rata menggunakan bahasa Betawi sehari-hari. Beberapa seniman Lenong Betawi terkenal antara lain H.M. Nasir T, H. Bokir, Mpok Nori, dan Mandra.

Tanjidor



Musik Tanjidor Betawi ternyata dilahirkan dari perkebunan Belanda yang terletak di pinggiran Batavia seperti Depok, Cibinong, Bogor, Bekasi, dan Tangerang. Yang memainkannya adalah budak-budak seraya mempersembahkan pertunjukan untuk menir-menir Belanda.

Saat perbudakan dihapus pada abad ke-19, kelompok tanjidor tetap bermusik dengan cara mengamen demi mendapatkan penghasilan. Pengaruh Eropa tampak jelas dari penggunaan alat musik seperti terompet, bas, klarinet, dan simbal. Saat ini tandijor sudah melebur dengan musik tradisional Melayu, yaitu gambang kromong yang menggunakan rebana, beduk, gendang, kempul, dan masih banyak lagi.

No comments: