Saturday, May 05, 2007

CERNAK, 6 Mei 2007


Rahasia Oma Wulan

Oleh Benny Rhamdani

Di dekat jalan rumahku, ada sebuah rumah yang sangat cantik, Rumahnya mungil, tapi halamannya luas. Aku suka berlama-lama melihat rumah itu bila melewatinya. Aku suka pohon-pohon yang menghijau di halam rumah. Juga bunga aneka warna di taman depan rumah.

Sayang, aku belum kenal penghuni rumah itu. Jadi aku tidak bisa masuk ke dalamnya. Ya, aku baru pindah seminggu lalu ke kota ini. Jadi aku belum kenal banyak orang di sini.

Herannya, ketika aku menanyakan soal penghuni rumah itu, Salsa sepertinya kaget sekali.

“Apa? Kamu ingin tahu pemilik rumah itu?” tanya Salsa. Dia teman sebayaku yang pertama kukenal di kompleks ini. Rumahnya di samping kanan rumahku.

“Iya. Kenapa?” tanyaku.

“Sebaiknya jangan tahu. Aku tidak suka Oma Wulan. Tepatnya semua anak-anak di kompleks ini tidak suka.”

“Oh, jadi nama pemiliknya Oma Wulan? Terus kenapa kamu tidak suka?” aku penasaran.

“Oma Wulan itu aneh.,” kata Salsa.

“Anehnya.”

“Dia tidak suka ke luar rumah. Tapi kami sering mendengar dia berteriak-teriak, menyanyi atau tertawa-tawa. Lalu kalau keluar rumah, pakaiannya suka aneh-aneh.”

“Maksudmu … Oma Wulan itu sakit jiwa?” tanyaku.

“Mungkin. Aku tidak tahu. Sebaiknya kamu tidak usah mengenalnya,” kata Salsa. “Dulu rumah itu ditempati anaknya. Lalu Oma Wulan menempati rumah itu. Katanya, anaknya tidak tahan tionggal dengan Oma Wulan. Akhirnya dia pergi ke luar negeri. Jadinya, Oma Wulan tinggal sendiri di sana?”

Aku manggut-manggut.

Dua hari kemudian aku melewati rumah itu. Kali ini aku melihat seorang wanita berpakain seperti bajak laut tengah menyirami bunga-bunga di pot yang banyak berjejer di teras.

Apakah itu Oma Wulan? Tapi dia tidak setua yang kubayangkan. Kupikir kalau bergelar Oma akan tampak seperti orangtua yang renta dan sudah ompong. Wanita ini tidak. Dia masih tampak kuat dan cantik. Hmm, hanya penampilannya saja yang aneh.

“Hehehehe!” Tiba-tiba Oma Wulan tertawa dan menatapku.

Aku sebenarnya takut. Apalagi kalau ingat perkataan Salsa. Tapi aku tidak mau lari. Aku ingin berkenalan dengan Oma Wulan.

“Selamat sore, Oma.”

“Hehehehe …” Oma Wulan terkekeh kemudian dia masuk ke dalam rumah tanpa membalas sapaanku.

Ya, aneh sekali dia. Hal ini jutru membuat aku penasaran.

Keesokan harinya aku melwati rumah Oma Wulan. Lagi-lagi aku emndapatkan Oma Wula tengah menyiram bunga dengan pakaian perang. Aku mendekati pagar.

“Selamat sore, Oma Wulan. Boleh aku masuk?” tanyaku.

Oma Wulan melihat ke arahku sebentar. Lalu, dia melihat ke sekitarku yang sepi. “Masuklah,” katanya sambil menghampiri pintu pagar dan membuka kuncinya.

Aku pun masuk ke halaman rumah yang asri itu. Wah, menyenagkan sekali berada di pekarangan rumahnya yang serba hijau dan penuh bunga-bunga bermekaran. Aku senang ketika melihat segerombol bunga mawar. Ada sarang laba-laba yang sengaja idbiarkan di sana.

“Namaku Muti. Aku senang sekali melihat pekaranagn rumah ini. Sangat cantik,” kataku begitu sampai teras.

“Ya, aku sering melihatmu memandangi pekarangan rumah ini dari seberang pagar. Masuklah,” ajak Oma Wulan.

Aku pun masuk ke dalam rumah. Wah, rumah mungil yang bersih. Tapi sesaat kemudian aku baru sadar, bahwa aku telah masuk ke rumah yang ditakuti anak-anak di kompleks ini.

“Kamu sepertinya anak yang baik. Silakan minum,” Oma Wulan memberiku minuman. Di meja sudah tersedia tiga toples kue.

Aku meminum sedikit sirup yang dibuat.

“Mengapa kamu tidak takut melihatku seperti anak-anak lainnya?” tanya Oma Wulan.

“Maksud Oma? Tadi aku tidak lari?” tanyaku.

“Iya.”

“Karena bagiku Oma tidak mankutkan. Bagaimana mungkin orang yang rajin merawat tanaman bisa menakutkanku?Kalu dia baik merawat tanaman, pasti akan baik pula sama nak kecil seperti aku,” jawabku.

Oma Wulan tertawa. “Wah, padahal aku sudah menggunakan ebrbagai cara agar anak-anak takut. Tapi kamu tidak takut juga,” katanya.

“Jadi Oma sengaja menakut-nakuti anak-anak di sini dengan pakaian aneh itu?” tanyaku.

“Iya.”

“Juga dengan suara nyanyian dan suara aneh lainnay dimalam hari?” tanyaku lagi.

“Hm, kalu itu sbenarnya aku sedang latihan. Dulu, aku ini seorang pemain sandiwara panggung. Kadang-kadang aku ingin berlatih sandiwara lagi dan memakai kostum sandiwaraku. Tapi ya … anak-anak di sini itu meneybalkan. Mereka sering memetik bunga-bunga di tamanku. Makanya aku pura-pura aneh biar mereka takut mendekati rumah ini.”

“Dan cara Oma Wulan berhasil,” sahutku.

“Tapi tidak kepadamu. Hm, aku harap kamu tidak menceritakan hal yang sbenarnya kepada teman-temanmu nanti. Biar saja mereka menganggap aku gila,” kata Oma Wulan.

“Jangan, Oma. Mneurutku, mereka harus tahu bahwa Oma Wulan itu baik. Lalu, ajak teman-temanku ke sini, kita menanam bunga dan menyiraminya bersama. Kalau orang yang suka merawat tanaman, biasanya mereka tidak suka mengganggu tanaman smebarangan,” kataku meniru ucapan mamaku.

“Wah, benar juga ya.”

“Bagaimana kalau besok aku mengajak teman-temanku untuk bermain ke sini?”

Oma Wulan mengangguk setuju. Matahari sore yang mulai tenggelam akhirnya membuat aku terpaksa pulang.

Keesokan harinya ketika aku bercerita soal Oma Wulan, Salsa terkejut. Dia tidak percaya. Tapi ketika kuceritakan penyebab Oma Wulan bertingkah aneh, muka Slasa berubah merah.

“Ya, aku dan teman-teman memang suka memetiki bunga-bunga di taman rumah itu. Kupikir dulu tidak ada penghuninya. Wah aku jadi malu. Aku harus minta maaf. Dan aku mau diajak bertaman nanti sore.”

Akhirnya aku dan Salsa mengajak lima anak lainnya bermain di rmah Oma Wulan. Sore harinya kami habisi waktu dengan bertaman.

***

No comments: