Saturday, August 04, 2007

Cernak, 5 Agustus 2007


Suatu Saat Tanpa Listrik

Oleh Benny Rhamdani

“Salsa, matikan lampunya. Masih siang ini kan? Lho, itu radionya kan sudah tidak didengar. Dimatikan dong,” kata Kak Aga di pintu kamar.

“Aduh, Kak Aga ini bawel. Sore-sore sudah makan ceramah Kak Aga. Waduh, belum nanti malam. Matikan teve, kipas angina juga jangan dipasang terus. Uuh, memangnya yang bayar listrik Kak Aga?” timpal Salsa kesal sambil melempar komiknya.

“Bukan karena masalah yang bayar itu siapa, tapi kita harus hemat listrik,” kata Kak Aga.

“Kita hemat listrik, tapi orang lain tidak hemat, ya listriknya ettap saja boros,” tambah Salsa tak mau kalah.

“Hu-uh, kamu dikasih tahu malah rewel!” Kak Aga akhirnya meninggalkan kamar Salsa.

Kejadian seperti ini sering sekali terjadi di rumah. Kak Adam emmang terkenal sangat hemat listrik, sebaliknya Salsa sering boros memakai listrik. Papa sebenarnya ingin menegur kebiasaan buruk salsa, tapi Papa tahu Salsa tidak mudah untuk diberitahu.

Sampai suatu hari, Papa mengajak salsa, Mama, dan kak Aga pikinik ke hutan. Merka berencana kemping di hutan.

“Wah, asyik! Aku nanti mau memetik bunga-bunga liar yang cantik di hutan,” kata Salsa.

“Jangan dong, sayang,” kata Mama.”Kita kemping di hutan untuk menikmati keindahan alam yang masih alami, bukan untuk merusaknya.”

Mereka berempat berangkat sabtu siang ke luar kota menggunakan mobil. Tepat menjelang hutan. Papa memarkirkan mobil di ujung jalan beraspal. Ada sebuah pondok kecil yang dihuni penjaga hutan. Setelah meminta izin, Papa mengajak semuanya berjalan mengikuti jalan setapak.

“Mudah-mudahan tidak jaug ya tempat kempingnya,” kata Salsa setelah berjalan beberapa ratus meter dan kelelahan.

“Ah, kamu cuma menenteng kantong plastic aja sudah capek!” ledek Kaka Aga yang menggendong tas ransel besar.

Tak lama mereka sampai di sebuah tempat yang rata dekat kerumunan pohon pinus. Sebelum malam tiba, mereka segera mendirikan tenda. Setelah beres, mereka bersama-sama ke sungai kecil yang tak jauh dari tenda mereka.

“Wah, sungainya jernih dan segar!” kata Salsa.

“Hei, jangan buang sampah bekas botol minumanmu ke sungai!” larang Kak Aga.

“Memangnya kenapa? Nanti juga terbawa hanyut,” Tanya Salsa.

“Iya, tapi kamu sudah mengotori sungai ini. Sini biar aku yang bawakan!” kata Kak Aga sambil mengambil botol minuman yang hendak dibuang Salsa.

Saat kembali ke tenda, Salsa mencari handphonenya di tas. Salas ingin menelepon teman-temannya dan bercerita kalau ia tengah kemping di hutan. Ia baru tersadar handphone-nya mati karena habis baterenya.

“Kak Aga, pinjam charger dong,” pinta Salsa.

“Kakak nggak bawa. Lagi pula buat apa? Di sini nggak ada listrik,” kata Kak Aga.

“Oh iya, ya!” Salasa memukul kepalanya. Duh, bagaimana dia bisa menyalakan handphone kalau tidak ada listrik? Huh, betapa tidak enaknya tinggal di hutan yang tidak ada listrik. “Kalau begitu pinjam handphonenya, boleh, kan?”

“Kami semua tidak membawa handphone. Dititipkan di Pak penjaga hutan tadi,” kata Mama.

Salsa merengut. Tidak ada handphone tidak ada hiburan. Padahal di handphonenya ada segala fasilitas.

Malam pun datang. Stelah shalat berjamaah, mereka menyiapkan makan malam. Mama, Papa dan Kak Aga sibuk memasak.

“Kenapa harus repot-repot memasak? Kan, ada makanan yang sudah tinggal makan? Mama kok pakai masak nasi segala. Papa juga nih, kok baker-bakar sate segala. Kita makan mie instant saja yuk!” protes Salsa.

“Kalau mau makan mie instant bisa di rumah. Kita kan lagi kemping, jadi harus benar-benar seperti orang kemping,” kata Kak Aga.

Salsa langsung berdiri dan masuk ke tenda. Tapi di tenda pun gelap. Hanya ada cahaya dari api unggun yang dipakai memasak. Tidak ada penerang untuk menerangi komik yang ingin dibacanya, tidak ada bunyi musik selain suara serangga malam.

Salsa menyesal ikut kemping.

“Salsa, ayo kita makan!” ajak Mama.

Tadinya Salsa ingin mogok makan, tapi perutnya terasa lapar. Akhirnya ia kembali bergabung di sekitar api unggun. Makan nasi liwet dan ayam bakar. Hmm, rasanya enak juga makan di antara api unggun seperti ini, pikir Salsa.

Beres makan, mereka bersantai sambila bernyanyi bersama. Kak Aga dan papa bergantian memetik gitar. Salsa dan Mama yang menyanyi. Kalau di rumah, biasanya mereka memasang karaoke. Tapi di sini mana ada listrik, jadi tidak bisa berkaraoke.

Tapi asyik juga bernanyi hanya dengan gitar, pikir Salsa senang.

Ketika malam semakin larut, papa mengajak semua ke tepi bukit lalu duduk memandangi langit yang penuh bintang. Cahaya rembulan serasa terang benderang.

Baru kali ini salsa menyadari betapa indahanya cahaya langit di waktu malam. Ada bintang dan bulan. Lebih indah dari pada lampu-lampu hias di kota. Rasa menyesalnya ikut kemping luntur seketika.

“Heh lihat itu banyak kunang terbang!” teriak Kak aga.

“Wah, indahnya!” seru Salsa takjub. Dia terus mengamati kunang-kunang itu sampai akhirnya kunang-kunang itu terbang entah ke mana.

Tak terasa mereka pun mulai letih. Papa dan Mama mengajak mereka tidur di tenda. Mama dan Salsa tidur lebih dulu karena Pa dan Kak Aga masih ingin ebrjaga-jaga di luar tenda.

Biasanya salsa paling susah tidur dalam keadaan gelap. Di kamar pun, dia harus tidur dengan lampu dalam keadaan menyala. Tapi karena tidak ada listrik, Salsa tidak bisa tidur tanpa penerangan. Tapi akhirnya dia tertidur lelap karena letih.

Ya, saat ini walaupun tanpa listrik, Salsa masih bisa menikmati hari-harinya.

“Semoga setelah pulang kemping ini, salsa akan sadar bahwa kita tidak perlu tergantung terus dengan listrik ya, pa,” kata Kak Aga berbisisk di lua tenda.

“Ya. Tapi harus pelan-pelan dan kita harus mencontohkannya dengan benar. Jangan hanya diceramahi,” tambah Papa.

Dan malam pun semakain larut …..

^-^

No comments: