Friday, March 28, 2008

Hore, 30 Maret 2008




Eceng Gondok: Gulma yang Bisa Dimanfaatkan

Teman-teman, jika kita bermain ke Sungai Musi, kita akan menemukan tumbuhan yang mengapung. Di bagian hulu Sungai Musi, tanaman itu makin banyak. Nah, nama tanaman itu adalah eceng gondok.

Eceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di beberapa daerah di Indonesia, eceng gondok mempunyai nama lain. Di Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, di Manado dikenal dengan nama Tumpe.


Gulma Brasil

Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang botanis berkebangsaan Jerman pada 1824. Saat itu Carl sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil.

Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma. Gulma adalah tumbuhan yang kehadirannya tidak diinginkan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.

Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Jika diperhatikan bunganya sangat cantik. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut.

Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat mentolerir perubahan yang ektrim dari ketinggian air, laju air, dan perubahan ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air.

Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.


Akibat Negatif


Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain:

* Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.
* Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens).
* Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga mempercepat terjadinya proses pendangkalan.
* Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan beberapa daerah lainnya.
* Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
* Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.


Karena eceng gondok dianggap sebagai gulma yang mengganggu maka berbagai cara dilakukan untuk menanggulanginya. Tindakan-tindakan yang dilakukan untuk mengatasinya antara lain:

* Menggunakan herbisida; namun pemakaian herbisida menuai kritik karena menyebarkan bahan kimia yang berbahaya bagi tumbuhan bukan sasaran. Meskipun sebagian besar herbisida masa kini tidak berbahaya bagi manusia dan hewan, herbisida yang tersebar (karena terbawa angin atau terhanyut air) berpotensi mengganggu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Karena itu, herbisida masa kini dibuat supaya mudah terurai oleh mikroorganisme di tanah atau air.

* Mengangkat eceng gondok tersebut secara langsung dari lingkungan perairan

* Menggunakan predator (hewan sebagai pemakan eceng gondok), salah satunya adalah dengan menggunakan ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) atau ikan koan. Ikan grass carp memakan akar eceng gondok, sehingga keseimbangan gulma di permukaan air hilang, daunnya menyentuh permukaan air sehingga terjadi dekomposisi dan kemudian dimakan ikan. Cara ini pernah dilakukan di danau Kerinci dan berhasil mengatasi eceng gondok di danau tersebut.[4]

* Memanfaatkan eceng gondok tersebut, misalnya sebagai bahan pembuatan kertas, kompos, biogas, perabotan, kerajinan tangan, sebagai media pertumbuhan bagi jamur merang, dan sebagainya. Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya ia berperan dalam menangkap polutan logam berat. Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap sisa bahan beracun pestisida.

Nah teman-teman, meskipun tanaman eceng gondok dianggap pengganggu, ada baiknya jika kita tidak membuangnya begitu saja. Apalagi ternyata eceng gondok bisa dimanfaatkan untuk aneka kerajinan tangan karena serat daunnya yang kuat. (ben)

No comments: