Friday, August 01, 2008

Cernak, 3 AGustus 2008


Lola Oh Lola!
Oleh Benny Rhamdani

Tahun ajaran baru, kelas baru, buku baru, tas baru, sepatu baru! Tapi yang lebih menggembirakan adalah teman sebangku baru.

Namanya Lola. Anaknya cantik dan sepertinya sih pintar. Soalnya, di hari pertama masuk Lola sudah membuatku kagum dengan menjawab pertanyaan Pak Firman yang susah.

Mendapat teman baru seperti Lola juga membuatku bahagia. Saat kenaikan kelas kelas aku sempat sedih karena harus kehilangan teman sebangkuku sejak kelas satu, yakni Prita.

“Prita pindah ke Bandung mengikuti orangtuanya yang ditugaskan bekerja di sana,” jelasku kepada Lola ketika bertanya soal teman sebangkuku yang lama.

“Oh, orangtuanya bekerja jadi apa?” tanya Lola.

“Ayahnya direktur bank begitu deh,” jelasku.

“Kalau ayahmu?” tanya Lola.

“Ayah kerja di perusahaan minyak. Kamu tahu dong namanya,” jawabku tanpa maksud menyombongkan diri. “Kalau ayahmu?”

“Ayahku kerja di pertahanan dan keamanan. Ibuku bekerja di perusahaan komputer,” jawab Lola. “Eh, kok jadi ngomongin pekerjaan orangtua sih!?”

Aku tersenyum. Tadinya aku ingin tanya apakah Ayah Lola tentara atau bukan? Terus bekerjanya di angkatan laut, angkatan udara atau angkatan darat. Pamanku juga ada yang jadi tentara di angkatan laut.

Lola pandai sekali bercerita. Dia sering bercerita padaku perjalanan liburnya ke beberapa tempat di Indonesia.

“Tahun lalu aku ke Jogjakarta, terus sekalian menengok Candi Borobudur,” kata Lola. Kemudian Lola bercerita dengan lengkap tentang Candi Borobudur. Mulai dari sejarahnya, jumlah stupa, sampai oleh-olehnya. Sampai-sampai aku seperti baru saja berkunjung ke sana.

“Aku juga pernah ke Bandung, lalu melihat kawah gunung Tangkuban Perahu,” cerita Lola di hari yang lain. Seperti biasa, Lola kemudian bercerita tentang legenda Tangkuban Perahu, udara yang sejuk, sampai jajanan yang enak-enak di Bandung. Aku jadi benar-benar ingin ke Bandung liburan nanti.

“Aku boleh lihat foto-fotomu sewaktu liburan nggak?”tanyaku setelah Lola bercerita.

“Ada di rumah. Ibuku melarangku membawa album foto ke sekolah,” kata Lola.

“Kalau begitu, boleh aku main ke rumahmu?” pintaku.

“Kapan kamu mau main? Kalau pulang sekolah aku tidak bisa. Soalnya aku langsung pergi ke tempat les,” jawab Lola.

“Kalau Minggu?” tanyaku.

“Biasanya kalau hari Minggu kami suka pergi ke suatu tempat. Nanti ya, kalau aku tidak pergi ke mana-mana akan kuberitahu,” kata Lola.

Tapi sampai lebih dari tiga minggu kami berkenalan, Lola belum juga mengajakku ke rumahnya. Akhirnya, kuajak dulu Lola main ke rumahku.

“Wah, halaman rumahmu luas ya. Bisa buat kumpul-kumpul anak-anak satu kampung,” komentar Lola.

Lalu kami main di kamar. Ternyata Lola sangat jago bermain komputer. Oh iya, Ibu Lola kan kerja di perusahaan computer ya. Aku lupa. Tapi yang jelas, Lola juga pandai bermain Internet. Terus terang, Ayah sudah lama memasang Internet di rumah. Tapi aku paling menggunakannya hanya untuk mencari tuga-tugas sekolah.

Lola kemudian mengajarkan aku membuat e-mail, membuat Friendster, juga membuat blog yang bisa aku tulisi, simpan gambar dan lainnya. Dalam sehari aku jadi tahu manfaat lain dari Internet.

Pulangnya aku dan Papa mau mengantar Lola ke rumah dengan mobil. Tapi Lola menolak.

“Tidak usah, Om. Biar Lola pulang sendiri saja,” kata Lola.

Ya, aku tidak mau memaksa Lola agar mau diantar Papa.

Keesokan harinya Lola tidak masuk. Aku jadi khawatir penyebabnya adalah gara-gara Lola bermain ke rumahku. Mungkin saat pulang terjadi sesuatu.

“Lola sih tidak apa-apa. Tapi ayahnya yang sakit. Katanya kecelakaan sepulang kerja tadi subuh,” jelas Frans, ketua kelas kami.

“Sekarang dirawat di rumah sakit mana?” tanyaku.

“Masih di rumah. Soalnya pabrik tempat ayah Lola bekerja belum mau mengurusnya,” jelas Frans.

“Pabrik? Bukannya ayah Lola itu tentara? Kok Kerja di pabrik?” tanya Frans.

“Tentara dari Hongkong! Ayah Lola itu satpam pabrik. Aku juga baru tahu kemarin dari sepupuku yang kebetulan teman sekolah lama Lola,” ungkap Frans.

“Kalau ibunya?” tanyaku.

“Ibunya menjaga warnet di dekat rumahnya,” jawab Frans lagi.

Aku manggut-manggut. Kemudian aku minta lamat Lola kepada Frans. Sorenya aku minta diantara Mama mencari rumah Lola. Aku ingin menjenguk Ayah Lola yang sedang sakit.

Agak susah juga mencari rumah Lola yang ada di lorong-lorong perkampungan. Kami harus menyimpan mobil jauh di jalan raya kemudian berjalan kaki.

Lola sangat kaget ketika melihat kedatanganku dan mama. Tapi secepat kilat dia tersenyum menyambut kami.

“Silakan masuk,” ajak Lola ramah.

Aku menjelaskan maksud kedatangan kami untuk menjenguk ayahnya. Kulihat Ayah Lola terbaring di kamarnya yang sempit.

“Inilah ayahku yang bekerja di pertahanan dan keamanan sebagai satpam,” jelas Lola tanpa kuminta.

“Dan ibumu yang bekerja di perusahaan komputer?” tanyaku.

“Ibu bekerja di warung Internet. Itu sebabnya aku jago Internet karena sering menemani Ibu. Maafkan aku juga suka tetang liburan yang kuceritakan kepadamu. Itu semuanya hanya liburan impianku,” kata Lola.

“Tapi bagaimana kamu bisa bercerita seperti kamu pernah benar-benar ke sana?” tanyaku.

“Karena aku membaca di Internet,” kata Lola.

Aku merangkul Lola. “Ya, aku memaafkanmu. Asal kamu berjanji tidak membohongi aku lagi,” kataku.

Lola mengangguk perlahan.
^-^

1 comment:

nunik said...

Waksss... Ini sejenis sama cernak yang pernah aku buat dan dimuat di Bravo. Bedanya, tokoh di cernakku tau segala sesuatu dari majalah karena ortunya pedagang majalah bekas. Untung aku baru baca sekarang. Ngeri dikira nyontek! Ide kadang2 bisa sama ya.