Saturday, November 08, 2008

Cernak, 9 November 2008


My Hero

oleh Benny Rhamdani

Hari ini Salsa mendapat tugas mengarang. Temanya Pahlawanku. Huuh! Sebenarnya Salsa suka mengarang, tapi paling menyebalkan kalau temanya ditentukan.


"Kamu akan menulis tentang apa?" tanya Iren di perjalanan pulang sekolah.


"Aku belum ada ide. Kalau kamu?" Salsa balik bertanya.


"Aku ingin cerita tentang dokter Danu. Dia adalah pahlawanku. Kamu ingat kan, sewaktu aku sakit demam berdarah tinggi. Dokter Danu itu yang mengobatiku," jawab Iren.


"Kalau pahlawanku adalah Pak Firman, kepala petugas pemadam kebakaran. Sewaktu kompleks rumahku kebakaran, Pak Firman dan pasukannya memadamkan api yang berkobar. Hebat sekali. Akhirnya api itu berasil dipadamkan. Huh, aku nggak kebayang kalau nggak

ada Pak Firman. Pasti rumahku terbakar, dan aku nggak tahu harus tinggal dimana," celetuk Gina tanpa diminta.


"Memangnya kamu tidak pernah merasa dibantu seseorang?" tanya Iren.


"Pernah dan sering. Sama Tukang parkir aku suka dibantu menyebrang jalan. Sama Pak Polisi aku pernah juga dibantu ketika tersesat mencari rumah tanteku di Bandung. Sama tukang bubur aku pernah ditolong menemukan dompetku yang hilang. Saking banyaknya yang pernah menolongku, aku jadi bingung mana yang lebih pantas kutulis," alasan Salsa.


"Pilih saja yang paling berkesan bagimu. Yang pernah sampai menyelamatkan nyawamu, misalnya," kata Iren.


"Atau yang pernah menjaga harta benda paling berharga," tambah Gina.


Salsa mengggigit bibir bawahnya, tanda berpikir. "Iya, deh. Aku akan pakai cara kalian," kata Salsa.


"Kira-kira siapa?" tanya Gina penasaran.


"Iya, siapa?" tanya Iren ingin tahu.


"Aku belum menemukannya sekarang. Nanti saja di rumah," ucap Salsa.


"Nanti SMS aku ya kalau sudah menemukan siapa yang akan kamu tulis," pinta Gina.


"Aku juga," tambah Iren.


"Memangnya kenapa sih kalian ingin tahu?" Salsa bingung.


"Kamu kan jago ngarang. Nanti kalau orang yang kamu tulis sama denganku, wah aku bakal kalah bagus," kata Iren.


"Atau nanti aku bisa mengikuti kamu menulis hal yang sama," kata Gina.


"Tapi aku tidak janji SMS kalian ya. Soalnya pulsaku lagi habis," kata Salsa.


Dua sahabat itu langsung merengut kesal. Salsa langsung tertawa kegelian.


Sampai sore harinya, di rumah Salsa belum menemukan ide apapun untuk ditulisnya. Padahal Salsa sudah berusaha membolak-balik buku hariannya. Di sanalah kisah-kisah hidupnya yang menarik dicatat. Tapi menurut Salsa orang yang layak dianggap pahlawan belum terlalu pantas bila menggunakan kriteria Gina dan Iren.


Sementara itu Gina dan Iren sudah mengirim SMS berulang kali.


"Mana?"


"Sudah belum?"


"Ayo dong!"


"Jangan bohong ya!"


"Pasti sudah ya?"


Dan Salsa hanya menjawab dengan SMS yang sama.


"Belum. Sabar."


Ketika malam makin larut, Salsa masih duduk di meja belajarnya. Mama masuk ke kamar.


"Lho, kok belum tidur?" tanya Mama.


"Ada tugas mengarang dalam sehari. Besok harus dikumpulkan," kata Salsa. Dia lalu membuka album foto keluarga di meja belajar. Di awal halaman ada saat Mama mengandung Salsa. Ada foto saat Salsa belajar berjalan bersama Mama. Ada saat belajar berenang bersama Mama. Ada saat sakit ditemani Mama.


"Mama buatkan susu mau? Barangkali bisa membantu Salasa memancing ide?" tawar Mama.


Salsa menatap Mama lama. "Tidak usah, Ma. Sekarang Salsa sudah punya idenya. Tinggal menulisnya. Tuasnya hanya dua halaman. Pasti cepat selesainya," kata Salsa.


"Oh bagus kalau begitu. Nanti kalau sudah selesai, segera tidur ya." Mama mengecup kening Salsa, lalu meninggalkan kamar.


"Terima kasih, Mama."


Salsa kemudian mulai menulis judul karangannya:

Mamaku Pahlawanku.

No comments: