Thursday, January 01, 2009

Hore, 4 Januari 2009



Duku Banyak Manfaatnya


Makanan dari Palembang, tak hanya mpek-mpek yang terkenal sampai ke pulau Jawa. Buah duku pun tak kalah terkenalnya. Bahkan, bagi pecinta buah duku, nama duku palembang menjadi jaminan buah duku yang manis, berbuiji kecil, dan berdaging tebal.


Tahukah kalian, duku ternyata tak buahnya saja yang bisa dimanfaatkan lho? Biar asyik, kita kenali lebih jauh yuk, jenis buah yang manis ini.


Duku adalah nama umum dari sejenis buah-buahan anggota suku Meliaceae. Tanaman yang berasal dari Asia Tenggara sebelah barat ini dikenal pula dengan nama-nama yang lain seperti langsat, kokosan, pisitan, celoring dan lain-lain dengan pelbagai variasinya. Duku adalah tumbuhan identitas untuk Provinsi Sumatera Selatan.


Daun Majemuk


Pohon duku berukuran sedang, dengan tinggi mencapai 30 m dan gemang hingga 75 cm. Batang biasanya beralur-alur dalam tak teratur, dengan banir (akar papan) yang pipih menonjol di atas tanah. Pepagan (kulit kayu) berwarna kelabu berbintik-bintik gelap dan jingga, mengandung getah susu yang lengket.


Daun majemuk menyirip ganjil, gundul atau berbulu halus, dengan 6–9 anak daun yang tersusun berseling, anak daun jorong sampai lonjong, 9-21 cm × 5-10 cm, mengkilap di sisi atas, seperti jangat, dengan pangkal runcing dan ujung meluncip (meruncing) pendek, anak daun bertangkai 5–12 mm.


Bunga terletak dalam tandan yang muncul pada batang atau cabang yang besar, menggantung, sendiri atau dalam berkas 2–5 tandan atau lebih, kerap bercabang pada pangkalnya, 10–30 cm panjangnya, berambut. Bunga-bunga berukuran kecil, duduk atau bertangkai pendek, menyendiri, berkelamin dua. Kelopak berbentuk cawan bercuping-5, berdaging, kuning kehijauan. Mahkota bundar telur, tegak, berdaging, 2-3 mm × 4-5 mm, putih hingga kuning pucat. Benang sari satu berkas, tabungnya mencapai 2 mm, kepala-kepala sari dalam satu lingkaran. Putiknya tebal dan pendek.


Buah buni yang berbentuk jorong, bulat atau bulat memanjang, 2-4(-7) cm × 1,5-5 cm, dengan bulu halus kekuning-kuningan dan daun kelopak yang tidak rontok. Kulit (dinding buah) tipis hingga tebal (lk. 6 mm). Berbiji 1–3, pipih, hijau, berasa pahit; biji terbungkus oleh ‘daging’ yang putih bening dan tebal, berair, manis hingga masam.


Dua Kelompok


Duku amat bervariasi dalam sifat-sifat pohon dan buahnya; sehingga ada pula ahli yang memisah-misahkannya ke dalam jenis-jenis (spesies) yang berlainan. Pada garis besarnya, ada dua kelompok besar buah ini, yakni yang dikenal sebagai duku, dan yang dinamakan langsat. Kemudian ada kelompok campuran antara keduanya yang disebut duku-langsat, serta kelompok terakhir yang di Indonesia dikenal sebagai kokosan.

Varietas yang dikenal sebagai duku umumnya memiliki pohon yang bertajuk besar, padat oleh dedaunan yang berwarna hijau cerah, dengan tandan yang relatif pendek dan berisi sedikit buah. Butiran buahnya besar, cenderung bulat, berkulit agak tebal namun cenderung tidak bergetah bila masak, umumnya berbiji kecil dan berdaging tebal, manis atau masam, dan berbau harum.


Langsat kebanyakan memiliki pohon yang lebih kurus, berdaun kurang lebat yang berwarna hijau tua, dengan percabangan tegak. Tandan buahnya panjang, padat berisi 15–25 butir buah yang berbentuk bulat telur dan besar-besar. Buah langsat berkulit tipis dan selalu bergetah (putih) sekalipun telah masak. Daging buahnya banyak berair, rasanya masam manis dan menyegarkan. Tak seperti duku, langsat bukanlah buah yang bisa bertahan lama setelah dipetik. Dalam tiga hari setelah dipetik, kulit langsat akan menghitam sekalipun itu tidak merusak rasa manisnya. Hanya saja tampilannya menjadi tidak menarik.


Kokosan dibedakan oleh daunnya yang berbulu, tandannya yang penuh butir buah yang berjejalan sangat rapat, dan kulit buahnya yang berwarna kuning tua. Butir-butir buahnya umumnya kecil, berkulit tipis dan sedikit bergetah, namun sukar dikupas. Sehingga buah dimakan dengan cara digigit dan disedot cairan dan bijinya (maka disebut kokosan), atau dipijit agar kulitnya pecah dan keluar bijinya (maka dinamai pisitan, pijetan, bijitan). Berbiji relatif besar dan berdaging tipis, kokosan umumnya berasa masam sampai masam sekali.


Duku Palembang


Duku yang paling terkenal di Indonesia adalah duku Palembang, terutama karena manis rasanya dan sedikit bijinya. Meski sebetulnya penghasil utama duku ini bukanlah Kota Palembang, melainkan daerah Komering (OKU dan OKI) serta beberapa wilayah lain yang berdekatan di Sumatera Selatan. Malahan juga dihasilkan dari wilayah Kumpeh, Muaro Jambi, Jambi. Duku dari wilayah-wilayah ini dipasarkan ke pelbagai daerah di Sumatera dan Jawa, dan bahkan diekspor.


Di samping itu, berbagai daerah juga menghasilkan dukunya masing-masing. Di Jawa, beberapa yang terkenal secara lokal adalah duku Condet (dahulu juga duku Menteng dan duku Depok) dari seputaran Jakarta; duku Papongan dari Tegal; duku Kalikajar dari Purbalingga; duku Karangkajen dan duku Klaten dari Yogyakarta; duku Matesih dari Karanganyar; duku Woro dari Rembang; duku Sumber dari Kudus, dan lain-lain. Di Kalimantan Selatan, dikenal duku Padang Batung dari Kabupaten Hulu Sungai Selatan.


Mengingat daya tahan buahnya yang tak seperti duku, langsat umumnya dikenal secara lebih terbatas dan lokal. Beberapa kultivar yang populer, di antaranya adalah langsep Singosari dari Malang, langsat Tanjung dari Kalsel, langsat Punggur dari Kalbar, dan sebagainya. Dari Thailand dikenal langsat Uttaradit, dan dari Luzon, Filipina, dikenal langsat Paete.




Manfaat



Duku terutama ditanam untuk buahnya, yang biasa dimakan dalam keadaan segar. Ada pula yang mengawetkannya dalam sirup dan dibotolkan. Kayunya keras, padat, berat dan awet, sehingga kerap digunakan sebagai bahan perkakas dan konstruksi rumah di desa, terutama kayu pisitan


Beberapa bagian tanaman digunakan sebagai bahan obat tradisional. Biji duku yang pahit rasanya, ditumbuk dan dicampur air untuk obat cacing dan juga obat demam.


Kulit kayunya dimanfaatkan sebagai obat disentri dan malaria; sementara tepung kulit kayu ini dijadikan tapal untuk mengobati gigitan kalajengking. Kulit buahnya juga digunakan sebagai obat diare; dan kulit buah yang dikeringkan, di Filipina biasa dibakar sebagai pengusir nyamuk. Kulit buah langsat terutama, dikeringkan dan diolah untuk dicampurkan dalam setanggi atau dupa.



Musim Duku


Duku biasa ditanam di dataran rendah hingga ketinggian 600 m dpl., di wilayah dengan curah hujan antara 1.500-2.500 mm per tahun Duku menyenangi tanah bertekstur sedang dan berdrainase baik, kaya bahan organik dan sedikit asam, namun dengan ketersediaan air tanah yang cukup. Sementara itu varietas langsat lebih tahan terhadap perubahan musim, dan dapat menenggang musim kemarau asalkan cukup ternaungi dan mendapatkan air. Duku tidak tahan penggenangan.


Duku umumnya berbuah sekali dalam setahun, sehingga dikenal adanya musim buah duku. Musim ini dapat berlainan antar daerah, namun umumnya terjadi di sekitar awal musim hujan.


Duku biasa diperbanyak dengan biji, yang sengaja disemaikan atau dengan mengumpulkan cabutan semai yang tumbuh spontan di bawah pohon induknya. Akan tetapi menunggu hingga pohon baru ini menghasilkan, memakan waktu yang lama (20–25 tahun) dan belum pasti pula kualitasnya sama dengan induknya


Cara lain yang juga populer adalah dengan mencangkoknya. Meskipun proses mencangkok ini memakan waktu yang relatif lama (8-9 bulan), namun pohon baru hasil cangkokan sudah dapat berbuah pada umur sekitar 2 tahun. Kelemahannya, persen kematian anakan hasil cangkokan cukup besar. Lagi pula pertumbuhannya tidak seberapa kuat.


Perbanyakan secara modern yang kini banyak dilakukan adalah dengan sambung pucuk (grafting). Teknologi ini memungkinkan sifat-sifat genetik batang atas anakan yang dihasilkan sama dengan induknya, sementara waktu tunggunya dipersingkat menjadi 5–6 tahun. Anakan hasil sambung pucuk ini juga lebih kuat perakarannya daripada anakan hasil cangkokan.

Nah, kalian suka duku? Tanam pohonnya di halaman rumah kita, yuk!

(ben)

No comments: