Friday, February 06, 2009

Cernak, 8 Februari 2009


Misteri Bukit Berbunga


Oleh Benny Rhamdani


Akhir pekan ini aku diajak Mama dan Papa berlibur ke luar kota. Kami mengunjungi sebuah daerah perbukitan yang disebut Bukit Berbunga. Seperti namanya, daerah ini memang banyak sekali ditumbuhi pepohonan berbunga.


Kami menginap di sebuah villa mungil dengan halaman luas. Aku senang karena bagian belakang villa ini menghadap hamparan lembah yang indah.


Setelah makan dan main bersama Mama serta papa, akhirnya aku memutuskan jalan-jalan sendirian. Papa memutuskan menulis dengan laptopnya, Mama memilih membaca novel yang dibawa dari rumah.


Aku berjalan menelusuri jalan perbukitan. Di daerah ini banyak sekali villa mewah. Bangunannya unik dan menarik. Tapi yang paling menarik adalah bunga-bunga liarnya. Aku pun berusaha menelusuri jalan setapak menuruni bukit.


“Lalalala…. Lalalala….”


Aku kaget mendengar suara itu. Aku pun berusaha mencari sumber suaranya. Siapa yang bersenandung di tempat terbuka seperti ini?


Jangan-jangan hantu?


Hiiiy! Aku jadi teringat film-film horror yang sering kutonton.


Ah, tapi aku penasaran sekali ingin tahu.


“Lalalala …. Lalalala…”


Aku perlahan semakin mendekati sumber suara itu. Sampai akhirnya aku menyibak rerumputan lebar. Aku melihatnya!


“Aaaaarggggh”


Aku berteriak dan langsung berbalik. Aku berlari secepat mungkin meninggalkan tempat itu. Setelah mencapai jalan beraspal aku baru berhenti dan mengatur napasku.


Mahluk apa tadi?


Ya aku tadi melihat mahluk sepantar denganku. Aku takut ketika melihat mukanya yang sangat aneh.


Aku pun kembali ke villa.


“Airin, kenapa mukamu pucat? Dari mana saja tadi?” tanya Mama yang melihat kedatanganku.


Aku menceritakan pengalamanku tadi. Tapi Mama dan Papa tidak percaya ketika kukatakan aku bertemu mahluk angkasa luar.


“Mendingan kamu istirahat dulu saja. Nanti malam teman Papa mengundang makan malam di villanya. Kebetulan teman Papa dan keluarganya juga sedang liburan di sekitar sini,” kata Papa.


Aku hanya mengangguk lalu pergi ke kamar. Aku segera menuju ke jendela kamar. Kuedarkan pandanganku kea rah aku bepergian tadi.


Siapa tahu aku menemukan jejak pesawat angkasa luar.


Tapi tidak ada. Aku malah akhirnya tertidur di tempat tidur. Mungjkin karena kecapekan sehabis berlari tadi. Yang menyebalkan, aku terbangun gara-gara aku mimpi menyeramkan.


“Airin ada apa? Bangun dulu, sayang. Kok tidurnya teriak-teriak begitu?”


Aku lihat Mama duduk di sisi tempat tidurku.


“Aku tadi mimpi seram, Ma,” laporku saat terbangun. Tadi aku mimpi seram dikejar-kejar mahluk luar angkasa berwajah aneh. Mereka menculikku dari sekolah sementara Mama dan Papa tidak tahu.


“Tidur siang kok pakai mimpi seram. Tadi pasti nggak berdoa dulu ya?”


“Berdoa kok, Ma.”


“Hm, kalau begitu Airin harus mengurangi nonton film horror.”


Aku tidak mau berjanji. Soalnya, aku suka sekali nonton film horror atau misteri.


Malam harinya aku ikut Papa dan Mama berkunjung ke sebuah villa. Ternyata Villanya jauh lebih besar. Jelas saja, karena teman Papa itu keluarganya juga lebih besar.


Om Yo dan Tante Hana mengajak tiga anaknya. Dua anak perempuan dan satu anak lelakinya. Dua anak perempuan—Yuri dan Hika— lebih tua dariku, sementara yang lelaki—Gen— seumur denganku..


Kami pesta barbeque di halaman villa. Hidangannya adalah ayam kalkun panggang. Yang mengasyikan adalah ketika Yuri dan Hika menari untuk kami. Wah, rupanya mereka penari balet. Keren sekali!


“Kamu bisa balet?” tanya Gen yang duduk di sebelahku.


“Nggak. Aku bisanya menggambar,” jawabku.


“Payah.”


“Kok payah? Memangnya kamu bisa?”


“Ya, aku juga bisa. Cuma sayangnya aku dilarang sama orangtuaku menari.”


“Ya iyalah, kamu kan anak lelaki,” kataku menahan senyum.


“Memangnya anak lelaki nggak boleh menari?”


“Bukan nggak boleh. Anak lelaki lebih pantas main bola.”


“Aku juga main bola. Jadi kapten malah. Tapi aku juga suka menari.”


“Coba buktikan kalau kamu suka menari,” tantangku.


“Yuk, kita ke kamarku pelan-pelan,” ajak gen.


Aku pun mengikuti Gen meninggalkan halaman villa. Kami menuju kamarnya. Hm, kamarnya luas juga ternyata.


“Lihat aku ya! AKu akan menarikan tari topeng fantasi” kata Gen sambil bersiap-siap, lalu mengenakn topeng


Aku kaget melihat topeng itu.


“Lalalala …. Lalalala….”


Gen menari sambil bersenandung.


Hah?


“Gen!” Aku menghentikan gerakan Gen. “Apakah kamu selalu menari di kamar begini?” tanyaku.


“Nggak juga. Kadang aku menari jaug dari rumah. Biar tidak ketahuan orangtuaku. Tadi siang aku menari di lapangan dekat lembah bukit ini. Asyik sekali. Cuma tadi siang aku hanya menari sebentar, karena tiba-tiba ada suara hantu menjerit.. Aku jadi ketakutan,” kata Gen.


Keterlaluan! Masa aku dibilang hantu!


“Airin! Gen! Dimana kalian?”


Gen buru-buru melempar topengnya. Dia mengajakku segera keluar kamar karena orangtua kami mencari-cari.


Rupaya Mama dan Papa mengajakku pulang. Kami pun pamitan.


Di mobil dalam perjalanan kembali ke villa, aku geli mengingat kejadian hari ini. Ternyata mahluk yang kulihat siang tadi bukan mahluk luar angkasa. Tapi Gen, si penari bertopeng.


“Kenapa senyum-senyum sendiri, Airin?” tanya Mama.


“Tidak apa-apa, Ma. Hanya senang punya teman baru seperti Gen.”


Ya, aku berharap bisa berteman dengannya. Pasti seru punya teman lelaki yang jagoan main bola tapi suka menari.


^-^

No comments: