Tuesday, June 30, 2009

Cernak, 5 Juli 2009


Pedang Princess Mayra


Oleh Benny Rhamdani


Princess Mayra sagat suka bermain pedang. Sejak kecil, dia senang melihat para prajurit berlatih pedang. Hingga akhirnya dia minta dibuatkan pedang kayu. Saat tumbuh remaja dia minta kepada Raja untuk diajarkan berpedang.


“Ayahanda, izinkan aku belajar pedang sungguhan,” pintanya.


“Puteriku, tanganmu yang indah itu sebaiknya digunakan untuk memegang kain sutera, bukan senjata,” kilah Baginda Raja.


“Tapi aku ingin sekali bisa berpedang sungguhan,” bujuk Princess mayra.


Raja pun tak kuasa menolaknya. Di meminta Panglima Farhan mengajarkan Princess Mayra bermain pedang.


Ternyata Princess Mayra dapat bermain pedang dengan sangat baik dan cepat. Dia bahkan mampu mengalahkan para prajurit saat berlatih pedang. Termasuk prajurit kerajaan sekalipun.


Sayangnya, Princess Mayra merasa kurag puas hanya berpedang saat latihan.


“Aku ingin berpedang secara sungguhan,” kata Princess Mayra.


“Wilayah kerajaan kita ini aman, tak pernah ada perang ataupun kerusuhan. Jadi, prajurit pun belum pernah berpedang secara sungguhan,” jelas Panglima Farhan.


“Kalau begitu, pikirkanlah bagaimana caranya agar aku bisa berpedang sungguhn,” pinta Princess Mayra.


Panglima Farhan kemudian meminta waktu untuk berpikir. Diam-diam, dia kemudian berbicara dengan Bagainda Raja tentang sebuah rencana.


Keesokan harinya, Princess Mayra menemui Panglima Farhan.


“Bagaimana? Apakah sudah ada rencana untukku?” Tanya Princess mayra.


“Ya, Princess Mayra. Di hutan sebelah selatan kami mendengar ada gerombolan kerusuhan. Pergilah dengan para prajurit ke sana,” kata Panglima Rangga.


Princess Mayra senang mendengarnya. Kini, aku dapat berpedang sungguhan, katanya dalam hati. Dia pun pergi ke hutan selatan dengan beberapa prajurit.


Princess Mayra tak menduga perjalanan ke hutan selatan sagat berat. Dia harus menggunakan pedangnya untuk menebangi pepohonan yang menghalangi. Bahkan satu ketika, dia bertemu seekor ular besar.


Princess Mayra pun mengayunkan pedangnya mengusir ular itu. Begitu ular itu menjauh, datang mendekat seekor harimau ganas. Princess mayra sedikit ketakutan kali ini. Untunglah para prajurit bertombak membantunya mengusir harimau itu.


Sampai ketika masuk hutan, rombongan Princess Mayra mulai menghadapi kejadian misterius. Satu per satu prajurit hilang di balik semak-semak.


“Apa yang terjadi?” pikir Princess Mayra.


Akhirnya, Princess Mayra berada sendiri di tengah hutan. Dia mulai menyadari kekuatannya yang melemah.

Bruk!


Tahu-tahu di depan Princess Mayra berdiri seorang lelaki bertutup muka.


“Siapa kau?” tanya Princess Mayra sambil mengacungkan pedangnya.


“Aku adalah Satria Hutan,” katanya.


“Oh, jadi kau kepala pengacau itu? Bagaimana kalau kita bertanding pedang? Kalau kau kalah, maka harus menyerahkan diri ke istana dengan pasukanmu,” kata Princess Mayra.


“Baik. Tapi kalau kau kalah, maka kau harus berhenti memegang pedang untuk selamanya,” pinta Satria Hutan.


“Baiklah. Lawan aku kalau begitu,” tantang Princess Mayra.


Mereka pun mulai mengambil kuda-kuda. Tak lama kemudian Princess mayra mulai menyerang. Satria Hutan berusaha menghindari atau menagkis serangan itu. Karena terus meyarang, tenaga Princess Mayra terkuras habis. Dia jadi lemah.


Trang!


Dengan satu kebatan, Satri hutan bias membuat pedang di tangan Princess Mayra kemudian terlepas. Jadilah Princess Mayra tanpa senjata. Tentu saja Princess Mayra kaget. Dia selama ini merasa dirinya paling jago berpedang. Tak akan ada yang bisa mengalahkannya. Tapi ternyata …


“Sekarang kau sudah kalah. Aku harap kau pulang ke istana dan tak pernah lagi memegang pedang seperti janjimu. Dan aku berjanji pula tidak akan membuat kerusuhan di kerajaan ini untuk selamanya,” kata Satria Hutan.


Princess Mayra pun melaksanakan janjinya. Dia pulang tanpa pedangnya dengan kuda yang tersisa. Sejak itulah Princess Mayra lebih banyak menghabiskan waktunya untuk belajar ilmu tentang tumbuhan dan hewan di hutan.


Princess Mayra sebenarnya ingin tahu siapa sebenarnya sosok di balik penutup wajah Satria Hutan.


Beberapa tahun kemudian barulah Baginda Raja memberi tahu bahwa Satri Hutan adalah Panglima Farhan, guru pedang Princess Mayra.


“Aku ingin memberimu pelajaran berharga agar tak bersikap tinggi hati ketika memeiliki satu keahlian,” kata Baginda Raja.


Princess Mayra tak marah mendengarnya. Soalnya, Princess Mayra sudah melupakan kesukaannya berpedang. Lagi pula, dia berpikir masih banyak yang lebih penting untuk dipelajarinya.

^-^

No comments: