Friday, July 09, 2010

Cernak, 11 Juli 2010


Tanpa Mama

Oleh Bennny Rhamdani

“Ma, katanya mau belikan Fia baju baru hadiah kenaikan kelas?” tanya Fia sabil mendekati Mama di depan komputer.

“Maafin mama ya. Mama belum sempat. Banyak pekerjaan yang belum Mama terjemahkan,” kata Mama sambil menatap Fia.

Fia garuk kepala. Dia tahu Mama tengah sibuk. Walaupun bekerja di rumah sebagai penerjemah buku, tapi Mama selalu sibuk. Apalagi kalau ada penerbit yang meminta Mama menerjemahkan dalam waktu singkat, padahal bukunya tebal.

“Jadi kapan?” tanya Fia yang sudah tak sabar. Rosa, teman dan tetangganya, sudah dibelikan baju dari orangtuanya karena naik kelas.

“Bagaimana kalau tiga hari lagi?” tanya Mama berbalik.

“Ah, Mama. Kelamaan. Nanti keburu Mama dapat orderan baru,” kata Fia.

“Terus gimana?” Mama bertanya lagi.

“Fia beli baju sendiri boleh, kan?” tanya Fia berbalik.

Mama tersenyum. “Kamu yakin bisa beli baju sendiri?” Mama juga balik bertanya.

“Bisa dong. Fia udah sering belanja bareng Mama. Jadi sudah tau caranya,” jawab Fia.

“Kalau begitu malah lebih baik.” Mama kemudian mengambil dompetnya lalu memberi dua lembar uang seratus ribu dan beberapa lembar lima ribuan. “Yang lima ribuan buat ongkos. Hati-hati uangnya jangan sampai hilang.”

Fia tertawa. “Beres, Ma!” Fia kemudian mengganti pakaiannya. Tak lama kemudian Fia pamit kepada Mama.

Fia naik kendaraan umum menuju mal di pusat kota. Begitu di depan mal, Fia mulai memikirkan baju yang akan dibelinya. Tiba-tiba Fia ingat pakaian yang pernah dilihatnya di majalah. Baju bermotif kotak-kotak yang lucu.

Fia pun masuk ke mall. Dia segera berjalan ke counter pakaian anak perempuan. Matanya beredar mencari pakaian yang diinginkannya.

“Ada yang bisa dibantu, dek?” tiba-tiba sales penjaga menghampiri Fia.
“Saya mau beli baju kotak-kotak,” kata Fia.

“Oh, coba di sebelah kanan sana,” tunjuk sales itu.

Fia pun berjalan ke arah yang ditunjukkan. Tapi ternyata baju kotak-kota ada bermacam model. Warnanya pun tidak hanya satu.

Aduh, pilih yang mana ya? Fia mulai memilih. Dia kebingungan. Tidak ada Mama yang ikut membantu memilihkan. Ketika menemukan model yang disukai, Fia bingung memilih warnanya. Lama sekali Fia menimbang-nimbang, akhirnya dia melilih warna biru. Baju itu pun dibawanya ke ruang coba pakaian.

Di ruang coba pakaia, Fia kembali bingung. Tak ada yang mengomentari bajunya cocok atau tidak. Fia juga tidak tahu bagian maa yang harus lebih diperhatyikan. Biasanya Maama akan memerhatikan bagian pinggangnya, lengannya, dan … apalagi ya?

Tok-tok-tok.

Wuah, Fia kelamaan diruang pas. Sampai ada pembeli lain yang ingin mencoba, tidak sabar menunggunya.

“Maaf ya kelamaan,” kata Fia ketika keluar. Ternyata ada tiga orang yang antre.
“Gimana, dek? Jadi beli yang itu?” tanya sales.

Fia tidak menjawab. Yang ada kepalanya malah bingung. “Boleh lihat-lihat dulu, kan?” tanya Fia.

“Ya,” kata si sales. Tapi tidak seramah tadi. Sepertinya dia kesal karena Fia sudah mengacak-acak baju tapi tidak jadi mengambilnya.

Fia kembali memilih. Semakin banyak yang dilihat, Fia malah semakin bingung. Ada yang disukainya, tapi harganya mahal sekali. Tidak cukup dengan uang pemberian Mama.
Akhirnya Fia mencoba beberapa baju. Sampai lebih satu jam tak ada yang yakin di hatinya. Sampai akhirnya dia menemukan baju kotak-kotak berwarna ungu. Setelah mencobanya, Fia memutuskan membelinya.

Fia pun menuju kasir. Lumayan antri. Sambil menunggu giliran Fia hendak menyiapkan uangnya. Dia membuka dompet.

Tidak ada!

Ya, Fia tidak menemukan dua lembar uang seratus ribu dari Mama. Fia bingung. Apakah ada yang mengambil uangnya? Ataukah terjatuh?

“Dek, silakan maju,” kata orang di belakang Fia.

“Bu, silakan duluan. Saya tidak jadi belinya. Uang saya di dompet hilang,” kata Fia.

Ibu itu langsung maju. Sama sekali tidak peduli dengan keterangan Fia. Tidak ada rasa kasihan sedeikit pun. Fia keluar antrian.

Tiba-tiba Fia teringat sesuatu. Ya, dia tadi memang tidak menyimpan uang di dompet! Fia membuka sepatunya. Sebelum berangkat, Fia menyimpannya diinjakan sepatunya. Saking khawatir uangnya itu hilang dicopet.

Ah, Fia merasa lega. Dia kembali antrian dan membayar bajunya ketika di depan kasir.
Begitu beres, Fia langsung pulang ke rumah.

“Bagaimana acara belanjanya bajunya tadi?” tanya Mama yang masih di depan komputer.

“Nggak seru! Nggak asyik! Pokoknya, Fia kapok belanja baju tanpa ditemani Mama,” kata Fia.

Mama tersenyum sambil membuka tas belanjaan Fia. Ketika Mama membuka baju yang dibeli Fia, Mama langsung mengerutkan alisnya. “Lho, Fia kok beli baju kayak gini?” tanya Mama

“Kenapa, Ma? Jelek ya?” tanya Fia.

“Bukan. Tapi baju ini kan sama seperti yang dibeli Rosa dua hari lalu,” kata Mama.
Fia terbelalak. “Wuaduh, nanti dikira Fia ikuta-ikutan nih,” kata Fia menyesal.

“Ya, sudah dibeli mau gimana lagi. Nanti kamu bilang aja sama Rosa, kalau mau pakai bajunya jangan barengan. Nanti dikra anak kembar lagi,” ledek Mama.
Fia makin tertunduk lesu.

^_^

No comments: