Friday, September 21, 2012

Cernak, 23 September 2012




Hilangnya Jam Dinding


Hari ini seisi rumah heboh. Pagi hari ketika Ibu terbangun, tidak menemukan jam dinding di tempatnya.

“Bagaimana jam dinding itu bisa hilang?” tanya Ibu.
“Sebelum tidur, ayah masih melihat jam dinding itu,” kata Ayah.
“Aduh, sekarang jam berapa?” tanya kak Indra.
Fajar sudah menyingsing. Akhirnya, kami semua sibuk memrsiapkan diri. Aku dan Bang Indra siap ke sekolah, Ayah siap ke kantor, Ibu siap … siap apa ya? Pokoknya siap membantu kami semua.
Jadilah kami bersiap dengan terburu-buru. Tidak tahu jam berapa sekarang. Ayah tidak punya arloji karena tidak suka pakai arloji. Ibu apalagi. Alergi pakai arloji. Bang Indra ketularan ayah, jadi semua melihat waktu dari handphone. Jadinya tidak menyenangkan.
Kami melupakan jam dinding itu karena sibuk.

Sampai di sekolah aku menceritakan hilangnya jam dinding itu kepada Via, sahabat sebangku.
“Memang itu jam dinding mahal?” tanya Via.
“Tidak juga sih. Aku tidak tahu harganya.”
“Aneh ya bisa hilang.”
“Tapi Ayah akan membeli yang baru pulang kerja nanti.”
“Aku penasaran. Ke mana jam itu?”
“Kata Ibu, paling juga Ayah yang menyembunyikan. Tapi pura-pura. Ayah sering begitu soalnya. Pasti karena Ayah ingin membeli jam dinding baru.”
“Oh begitu,” Via manggut-manggut. “Boleh aku ke rumahmu? Aku ingin mencari jam dinding di rumahmu. Habis makan siang, aku akan ke rumahmu.”
“Iya. Aku tunggu.”
Bel tanda masuk sekolah berbunyi. Aku belajar seperti biasanya. Sedikit aku teringat tentang jam dinding itu.

Jam dinding itu adalah hadiah ulang tahun pernikahan untuk ayah dan ibu tiga tahun lalu dari Bang Indra. Uangnya dari uang tabungan Bang Indra. Jam dindingnya sih biasa saja. Tapi ada foto ayah dan Ibu. Hm, kenapa bisa hilang? Kenapa Ayah ingin menggantinya?
Sepulang sekolah aku melihat Ibu baru selesai masak makan siang. Aku mengganti pakaian, lalu makan siang ditemani Ibu.
“Bu, jam dindingnya hilang ke mana ya?” tanyaku.
“Nanti tanya saja sama Ayah,” kata Ibu. “Ibu malah sudah lupa kita kehilangan jam dinding.”
“Bukan karena dicuri ya?”
“Siapa yang mau mencuri jam itu? Lagi pula, sudah diperiksa Ibu, taka ada orang masuk. Kalaupun ada pencuri, pasti sudah mengambil barang berharga lainnya.”
Benar juga sih.

Setelah makan aku kembali ke kamar. Aku terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah siang hari. Hari ini ada PR Bahasa Inggris. Saat hendak kukerjakan, ternyata kamus di mejaku tidak ada. Aku yakin pasti di kamar bang Indra.

Bang Indra belum pulang. Jadi aku masuk kamarnya tanpa izin. Kulihat ada kamusku di meja belajar kak Indra. Dan … aku melihat ada yang menggeletak di sudut kamar. Jam dinding! Ya, itu jam dinding yang hilang itu.
Belum hilang rasa kagetku, aku mendengar suara bel pintu. Ah, itu pasti Via. Aku segera menemuinya. Benar dugaanku.
“Rasti, aku masih penasaran dengan jam dindingmu itu,” kata Via kemudian.
“Aku sudah menemukannya. Ada di kamar Bang indra.”
“Jadi dia yang mengambil.”
“Ya. Ikut aku yuk.”
Aku mengajak Via ke kamar Bang indra dan menunjukkan jam dinding itu.
“Wuah, kacanya retak. Sepertinya jam diniding ini jatuh terbanting ke lantai. Atau kakamu yang mebanting?”
“Kenapa?”
“Ya, bisa saja kesal. Mungkin kakakmu kesal, sudah memberikan hadiah jam dinding ini, tapi ayah dan ibumu tidak menghargai pemberiannya.”
“Ah, masa sih? Bang indra tidak seperti itu.”
“Kita cari tahu.”
“Bagaimana caranya?”
“Baca buku hariannya.”
“Bang Indra nggak menulis buku harian. Tapi dia punya blog.”
“Mari kita buka blognya.”

Aku pun mengajak Via membuka computer dan internet di kamarku. Kuketik alamat blog Bang Indra. Di halaman terakhir, ada foto jam rusak itu. Lalu seidkit tulisan.
“Jam dinding hadiah ulangtahunku untuk pernikahan ayah dan ibu jatuh semalam. Kayaknya tersenggol cecak yang berkelahi. Aku tidak ingin ada pikiran macam-macam untuk ayah dan ibu karena jam itu jatuh. Apalagi adafotonya. Takut tahayul. Jadi aku sembunyikan saja …”
Aku dan Via berpandangan. Sekarang kami sudah tahu sebabnya.

^_^

No comments: