Bioskop, Tempat
Hiburan yang Masih Bertahan
Kalian sudah pernah ke bioskop. Sudah tentunya ya. Nah,
bioskop juga punya sejarahnya lho.
Bioskop (Belanda: bioscoop dari bahasa Yunani βιος, bios (yang artinya hidup) dan σκοπος
(yang artinya "melihat") adalah tempat untuk menonton pertunjukan
film dengan menggunakan layar lebar. Gambar film diproyeksikan ke layar
menggunakan proyektor.
Bioskop pertama di Indonesia berdiri pada Desember 1900, di
Jl Tanah Abang I, Jakarta Pusat, karcis kelas I harganya dua gulden (perak) dan
harga karcis kelas dua setengah perak.
Bioskop zaman dulu bermula di sekitar Lapangan Gambir (kini
Monas). Bangunan bioskop masa itu menyerupai bangsal dengan dinding dari gedek
dan beratapkan kaleng/seng. Setelah selesai pemutaran film, bioskop itu
kemudian dibawa keliling ke kota yang lain. Bioskop ini di kenal dengan nama
Talbot (nama dari pengusaha bioskop tsb). Bioskop lain diusahakan oleh seorang
yang bernama Schwarz. Tempatnya terletak kira-kria di Kebon Jahe, Tanah Abang.
Sebelum akhirnya hancur terbakar, bioskop ini menempati sebuah gedung di Pasar
Baru.
Ada lagi bioskop yang bernama Jules Francois de Calonne
(nama pengusahanya) yang terdapat di Deca Park. De Calonne ini mula-mula adalah
bioskop terbuka di lapangan, yang pada zaman sekarang disebut "misbar",
gerimis bubar. De Calonne adalah cikal bakal dari bioskop Capitol yang terdapat
di Pintu Air.
Bioskop-bioskop lain seperti, Elite di Pintu Air, Rex di
Kramat Bunder, Cinema di Krekot, Astoria di Pintu Air, Centraal di Jatinegara,
Rialto di Senen dan Tanah Abang, Surya di Tanah Abang, Thalia di Hayam Wuruk,
Olimo, Orion di Glodok, Al Hambra di Sawah Besar, Oost Java di Jl. Veteran,
Rembrant di Pintu Air, Widjaja di Jalan Tongkol/Pasar Ikan, Rivoli di Kramat,
dan lain-lain merupakan bioskop yang muncul dan ramai dikunjungi setelah
periode 1940-an.
Film-film yang diputar di dalam bioskp tempo dulu adalah
film gagu alias bisu atau tanpa suara. Biasanya pemutaran di iringi musik
orkes, yang ternyata jarang "nyambung" dengan film. Beberapa film
yang kala itu yang menjadi favorit masyarakat adalah Fantomas, Zigomar, Tom
MIx, Edi Polo, Charlie Caplin, Max Linder, Arsene Lupin, dll.
Di Jakarta pada tahun 1951 diresmikan bioskop Metropole yang
berkapasitas 1.700 tempat duduk, berteknologi ventilasi peniup dan penyedot,
bertingkat tiga dengan ruang dansa dan kolam renang di lantai paling atas. Pada
tahun 1955 bioskop Indra di Yogyakarta mulai mengembangkan kompleks bioskopnya
dengan toko dan restoran.
Di Indonesia awal Orde Baru dianggap sebagai masa yang menawarkan
kemajuan perbioskopan, baik dalam jumlah produksi film nasional maupun bentuk
dan sarana tempat pertunjukan. Kemajuan ini memuncak pada tahun 1990-an. Pada
dasawarsa itu produksi film nasional 112 judul. Sementara sejak tahun 1987
bioskop dengan konsep sinepleks (gedung bioskop dengan lebih dari satu layar)
semakin marak. Sinepleks-sinepleks ini biasanya berada di kompleks pertokoan,
pusat perbelanjaan, atau mal yang selalu jadi tempat nongkrong anak-anak muda
dan kiblat konsumsi terkini masyarakat perkotaan. Di sekitar sinepleks itu
tersedia pasar swalayan, restoran cepat saji, pusat mainan, dan macam-macam.
Sinepleks tidak hanya menjamur di kota besar, tetapi juga
menerobos kota kecamatan sebagai akibat dari kebijakan pemerintah yang
memberikan masa bebas pajak dengan cara mengembalikan pajak tontonan kepada
"bioskop depan". Akibatnya, pada tahun 1990 bioskop di Indonesia
mencapai puncak kejayaan: 3.048 layar. Sebelumnya, pada tahun 1987, di seluruh
Indonesia terdapat 2.306 layar.
Bioskop Tertua Di
Dunia
Bioskop tertua di dunia yang hingga kini beroperasi
terletak di Wojska Polskiego Ave., Szczecin, Polandia. Bioskop
ini bernama Helios Welt-Kino. Beroperasi tanggal 26 september 1909. dan memutar
3 film Der Kampf um den Glauben, Pick und bintik, dan Die Smaragdküste der
Bretagne.
(ben/net)
(ben/net)
No comments:
Post a Comment