Pemakai Pulsa Misterius
Oleh Benny Rhamdani
Hari
ini wajah Ibu tampak kusut sekali. Tepatnya setlah ibu membayar tagihan
telepon rumah. Kami semua dikumpulkan di ruang tengah.
“Tagihan
telepon bulan ini sangat besar sekali. Ibu belum pernah membayar
sebnayak ini. Ibu hanya ingin kalian jujur, siapa yang paling sering
menelepon. Hm, sebenarnya Ibu dapat mengusutnya dengan meminta daftar
telepon ke luar. Tapi Ibu ingin kalian jujur,” kata Ibu kepada kami.
“Aku hanya memakai seperlunya, Bu. Paling banyak sekali dalam sehari. Lagian aku punya handphone. Mendingan pake sms saja lebih hemat,” kata Firman, kakak tertuaku yang baru masuk universitas.
“Aku
memang memakain telepon agak sering, tapi semua selalu bilang sama Ibu.
Telepon ke Ayah. Tapi itu pun tidak lama,” jelas Winda, kakakku
berikutnya.
“Aku jarang telepon ke luar, kalau terima telepon memang sering,” kata Helena, kakak terdekat denganku.
Kali ini semua mata memandangku. Menunggu aku memberi jawaban.
“Aku tidak suka telepon-teleponan,” kataku singkat.
Aku
memang tidak suka bertelepon. Menurutku bercakap-cakap di telepon tidak
menyenangkan. Kalau tidak disuruh Ibu menelepon Ayah atau tukang gas,
aku tidak pernah menelepon ke luar. Bahkan aku tidak mau berbagi nomor
telepon dengan teman-teman sekelasku. Aku ingat cerita teman sebangkuku,
Slasa, yang setiap malam ditanya pe-er oleh teman-temanku yang malas
mengerjakan pe-er nya sendirian.
Ibu
menarik nafas bingung. Taka ada satu pun di antara kami yang mengaku
siapa yang paling sering menggunakan telepon. “Kalau kalian tidak
mengaku, siapa lagi?” tanya Ibu.
“Ayah dan Bi Sumi juga ada di rumah ini dan belum ditanya Ibu,” kata Helena.
“Ya,
jangan-jangan Bi Sumi pelakunya. Soalnya, beberapa hari lalu, aku
melihat Bi Sumi membuka-buka buku telepon,” tambah Firman.
“Mungkin Bi Sumi interlokal saudara-saudaranya di kampung. Atau mungkin dia menelepon teman-temannya,” kata Winda.
“Tapi aku tidak pernah melihat Bi Sumi pakai telepon,” kataku membela.
“Ya, mungkin saja pas kita lagi di sekolah,” kata Helena.
“Kalau begitu tolong panggilkan Bi sumi,” pinta Ibu.
“Ibu bagaimana sih? Bi Sumi kan mulai hari ini izin cuti pulang kampung. Nah, jangan-jangan memang Bi Sumi pelakunya,” ujar Firman.
Aku
masih tidak percaya Bi Sumi seberani itu memakai telepon. Bi Sumi tidak
seperti pembanti kami sebelumnya yang begitu sering menggunakan
telepon. Satu-satunya aku melihat Bi Sumi menelepon adalah ketika
anaknya yang menelepon dari kampung.
“Ya,
sudah. Nanti Ibu akan Tanya sama Bi sumi kalau pulang. Yang jelas, ibu
akan meminta bukti penggunaan telepon, biar Ibu yakin siapa yang paling
banyak menggnakan etelepon. Jika di antara kalian, Ibu akan menghukum,”
kata Ibu tegas.
Kami
semua pun bubar. Kudengar Kak Helena dan Kak Winda saling berbisik.
Kemudian Kak Firman pergi mencari-cari buku telepon. Agak lama kemudian
Kak Firman memanggil kami berkumpul sambil membawa buku telepon.
“Lihat, aku menemukan barang bukti, bahwa Bi Sumi lah yang memamaki telepon di rumah kita,” kata Firman.
“Mana buktinya?” tanyaku.
Kak
Firman membuka beberapa halaman buku telepon. Kutemukan ada beberapa
nama yang diberi tanda. Tidak cuma satu halaman, tapi pada beberap
halaman.
“Apa hubungannya tanda-tanda itu dengan Bi sumi memakai telepon?” tanyaku.
“Ini pasti nomor telepon yang sering dihubungi Bi Sumi. Ayo kita coba saja,” kata Kak Firman.
“Ya, ayo kita coba,” kata Kak Winda dan Kak Helena.
Kami pun bergantian menelepon nama-nama yang diberitanda oleh Bi Sumi. Tapi semuanya menjawab,”Kami tidak kenal Bi Sumi.”
Kami bingung. Tapi aku sedikit lega karena berarti tuduhan kepada Bi Sumi makin berkurang.
Saat makan malam aku kelepasan menceritakan apa yang kami lakukan dalam menyelidiki Bi Sumi. Mata Ayah dan Ibu mendelik.
“Apa?
Kalian menelepon semua orang yang namanya ditandai Bi Sumi di buku
telepon? Bukankah itu malah akan membuat tagihan telepon nanti makin
membengkak?” Ibu langsung sewot.
Ayah
tersenyum. “Tenang saja, Bu. Ayah yang akan membayarkannya. Hm,
sebenarnya Ayah juga harus beitahu kalian, bahwa Ayah lah yang membuat
tagihan telepon rumah kita naik. Soalnya sekarang Ayah kalau malam
–malam suka menggunakan sambungan telepon untuk internet. Ayah perlukan
untuk mencari data dalam pekerjaan Ayah. Jadi Ayah yakin pelakunya bukan
Bi Sumi,” kata Ayah kemduian.
“Tapi bagaimana dengan tanda di buku telepon itu?” Tanya Firman.
“Oh
itu, Ayah juga tahu. Salah satu anak Bi Sumi akan melahirkanm. Ya, ini
adalah cucu pertama Bi Sumi. Makanya Bi Sumi minta cuti. Beberapa waktu
lalu, Bi Sumi minta kepada Ayah mencarikan nama yang bagus buat nama
cucunya. Ayah bilang, coba saja Bi Sumi cari nama yang bagus di buku
telepon,” jelas Ayah lagi.
Kami semua saling memandang. Lalu kami tertawa bersama-sama. Jadi pelakunya adalah Ayah!
*_*
No comments:
Post a Comment