Friday, January 18, 2013

CERNAK, 20 Januari 2013

Komal & Kodi

Di sebuah pinggir kota, terdapat telaga kecil yang airnya bening. Para pedagang sering beristirahat di telaga itu untuk mencuci muka atau menghilangkan rasa haus.
Di telaga itu, tinggal dua ekor katak bernama Kodi dan Komal. Walaupun bersaudara, sifat mereka sangat berlainan.
Suatu hari, datang penjual gerabah dengan gerobaknya ke telaga itu. Namun, malang nasibnya. Ketika hendak mencuci muka, cincin emas di jari manisnya terlepas dan tenggelam ke dasar telaga.
“Aduh, sialnya aku! Cincinku jatuh dan aku tak bisa berenang,” keluhnya.
“Salah sendiri! Kalau tidak bisa berenang jangan dekat-dekat telaga ini,” timpal Komal mengagetkan.
Pedagang gerabah itu terkejut. Dia langsung memiliki harapan begitu melihat ada katak di dekatnya.
“Maukah kau menolongku mengambilkan cincinku yang terjatuh. Istriku bisa marah kalau tahu cincin pernikahan kami itu hilang,” pinta pedagang gerabah.
“Aku tidak mau!” jawab Komal ketus.
Pedagang itu terus memohon. Namun, Komal tetap menolak. Tak lama kemudian, Kodi datang. Pedagang gerabah itu langsung minta tolong pada Kodi.
“Tunggulah sebentar,” ujar Kodi, lalu segera menyelam ke dasar telaga. Tak lama, ia muncul dengan cincin emas. Diberikannya cincin emas itu pada pedagang gerabah.
“Terima kasih atas kebaikanmu. Sebagai balas budi, kuberikan kau hadiah.” Pedagang gerabah memberikan sebuah mangkuk keramik kecil untuk Kodi. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanannya.
“Heh, untuk apa mangkuk itu? Kita tidak memerlukannya,” ejek Komal.
“Ya, saat ini mungkin tidak perlu. Tapi, akan kusimpan,” sahut Kodi.
Beberapa hari kemudian, singgahlah seorang pedagang minyak keliling ke telaga itu. Nasibnya pun sedang sial. Kacamatanya terjatuh saat ia hendak mencuci muka.
“Bagaimana aku bisa pulang tanpa kacamataku,” gumam tukang minyak itu.
“Pakai tongkat saja!” seru Komal sambil tertawa mengejek.
Tukang minyak mengamati dengan saksama sumber suara yang didengarnya. Samar-samar ia melihat sekor katak dekat kakinya.
“Hei, maukah kau mengambilkan kacamataku?” pinta tukang minyak itu.
“Tidak!” jawab Komal langsung.
“Biar aku yang menolongmu,” tiba-tiba Kodi datang dan membantu mengambil kacamata tukang minyak.
“Terima kasih. Sebagai hadiah, aku berikan sebotol minyak tanah dan korek api. Mungkin kau memerlukannya suatu hari nanti,” kata tukang minyak. Ia pun melanjutkan perjalanannya.
“Heh, hati-hati dengan hadiah itu. Bisa-bisa telaga ini kebakaran," komentar Komal.
”Aku akan hati-hati menyimpannya,” sahut kodi.
Pada hari lain, singgah pedagang kain ke telaga itu. Karena tidak hati-hati, jam tangannya tercebur ke telaga.
“Aduh, arloji kenang-kenangan ayahku tercebur. Siapa yang bisa membantuku mengambilkannya?” gumam pedagang kain itu.
“Aku bisa. Tapi, kau harus memberiku sekantong uang emas,” kata Komal tiba-tiba.
“Daganganku belum laku. Aku hanya punya beberapa keping uang perak.”
“Tenang saja. Biar aku yang membantu,” ujar Kodi yang muncul kemudian. Ia menceburkan diri ke dasar telaga dan mendapatkan arloji milik pedagang kain. Kodi segera memberikan arloji itu kepada pemiliknya.
“Terima kasih. Atas kebaikanmu, kuberikan kau sehelai kain,” kata pedagang kain, lalu meninggalkan telaga.
Komal tertawa melihat Kodi menerima kain itu. Tapi, Kodi menyimpan pemberian itu.
Beberapa waktu kemudian, datanglah musim kemarau. Lambat laun air telaga menyusut dan semak-semak di sekitarnya meranggas. Tidak ada lagi serangga yang datang ke telaga itu. Komal dan Kodi mulai kekurangan makanan.
Suatu malam, mereka mulai kelaparan karena sudah dua hari tidak makan.
“Coba kalau kau dulu meminta sesuatu yang bisa kita makan, saat menolong orang-orang itu. Pasti saat ini kita tidak kelaparan. Barang-barang yang mereka berikan itu tidak berguna,” ejek Komal kepada saudaranya.
Kodi terdiam sebentar. Tiba-tiba, ia mendapat ide. Kodi menuangkan sedikit minyak tanah ke mangkuk keramik di dekatnya. Ia menyobek kain dan memintalnya menjadi sumbu. Ujung sumbu lalu dibakar api. Maka jadilah barang-barang hadiah itu sebuah pelita yang menerangi mereka.
“Kodi, kita tidak perlu cahaya. Yang kita perlukan adalah makanan,” protes Komal.
“Tenang, Saudaraku. Apa kau tidak tahu, serangga paling senang melihat cahaya,” timpal Kodi.
Benar saja apa yang dikatakan Kodi. Tak lama kemudian, banyak serangga mendekati pelita itu. Mereka segera memangsa serangga itu hingga cukup mengisi perut mereka.
Komal akhirnya sadar, ternyata barang-barang pemberian yang dikumpulkan Kodi itu berguna juga. Komal bangga memiliki saudara yang baik hati dan cerdik.

No comments: