Friday, November 22, 2013

Hore, 24 November 2013

Apa Itu Pantun?

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Karmina dan talibun merupakan bentuk kembangan pantun, dalam artian memiliki bagian sampiran dan isi. Karmina merupakan pantun "versi pendek" (hanya dua baris), sedangkan talibun adalah "versi panjang" (enam baris atau lebih).

Peran pantun

Sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.

Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berpikir dan bermain-main dengan kata.

Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.
Struktur pantun

Menurut Sutan Takdir Alisjahbana fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan.

Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran membayangkan isi. Sebagai contoh dalam pantun di bawah ini:

    Air dalam bertambah dalam
    Hujan di hulu belum lagi teduh
    Hati dendam bertambah dendam
    Dendam dahulu belum lagi sembuh

Beberapa sarjana Eropa berusaha mencari aturan dalam pantun maupun puisi lama lainnya. Misalnya satu larik pantun biasanya terdiri atas 4-6 kata dan 8-12 suku kata. Namun aturan ini tak selalu berlaku.
Sekarang kita kenali yuk, beberapa jenis pantun.
    Pantun Adat

    Menanam kelapa di pulau Bukum
    Tinggi sedepa sudah berbuah
    Adat bermula dengan hukum
    Hukum bersandar di Kitabullah


    Pantun Agama

    Banyak bulan perkara bulan
    Tidak semulia bulan puasa
    Banyak tuhan perkara tuhan
    Tidak semulia Tuhan Yang Esa

   

    Pantun Budi
          
    Bunga cina di atas batu
    Daunnya lepas ke dalam ruang
    Adat budaya tidak berlaku
    Sebabnya emas budi terbuang
    Pantun Jenaka

Pantun Jenaka adalah pantun yang bertujuan untuk menghibur orang yang mendengar, terkadang dijadikan sebagai media untuk saling menyindir dalam suasana yang penuh keakraban, sehingga tidak menimbulkan rasa tersinggung, dan dengan pantun jenaka diharapkan suasana akan menjadi semakin riang. Contoh:


    Jalan-jalan ke rawa-rawa
    Jika capai duduk di pohon palem
    Geli hati menahan tawa
    Melihat katak memakai helm

Pantun kepahlawanan adalah pantun yang isinya berhubungan dengan semangat kepahlawanan

    Hang Jebat Hang Kesturi
    Budak-budak raja Melaka
    Jika hendak jangan dicuri
    Mari kita bertentang mata

No comments: