Friday, January 29, 2016

Cernak, 31 Januari 2016

Penjual Misterius 
Sudah hampir satu bulan lelaki itu berjualan di sudut pasar. Dengan suara lantang, lelaki yang hanya dapat melihat dengan sebelah mata itu berteriak, ”Ayo, beli pakaian pembawa kekayaan ini! Ayo beli!”
Mulanya, banyak yang tertarik dengan teriakannya. Namun, ketika tahu harga sepotong baju sangat mahal, mereka hanya menggerutu.
“Harga baju seperti itu dua puluh keping emas? Yang benar saja. Itu sangat mahal!” seru banyak orang. Meski tak ada lagi yang mendatangi, penjual pakaian itu terus berdagang. Hingga suatu siang, lelaki bernama Arun mendekatinya.
“Pak, bolehkah aku tahu mengapa harga baju-baju ini sangat mahal?” tanya Arun.
“Karena, setelah membeli baju dariku, dia pasti akan mendapat sekantung emas dari raja,” jawab pedagang itu.
“Bagaimana caranya?” Arun penasaran.
“Oh, itu baru akan kuberitahu jika kau membelinya,” jawab si pedagang.
“Sejujurnya, aku ingin membeli baju itu. Tapi, aku tidak punya uang. Bagaimana kalau kubayar setelah kudapatkan sekantung emas dari raja?” bujuk Arun kemudian.
Pedagang baju itu kelihatan bimbang.
“Ayolah, aku tak akan menipumu,” rayu Arun.
“Baiklah, ambil baju yang satu ini. Ini adalah pakaian pertapa. Temuilah Baginda Raja dengan berpakaian seperti pertapa. Perkenalkan dirimu sebagai anak pertapa di Bukit Kabut Hijau. Ingatkan Baginda Raja bahwa lima tahun lalu beliau pernah ditolong saat tersesat di hutan,” tutur penjual pakaian.
Arun mengangguk sambil berusaha mengingat-ingat cerita lelaki di depannya. Keesokan harinya, ia segera menemui Baginda Raja dan melakukan semua yang dikatakan pedagang pakaian.
Tanpa menunggu lama, raja langsung memberikan sekantung emas kepada Arun. Beliau juga menawarkan untuk menginap dan makan malam bersama, namun Arun menolak dengan alasan harus segera pulang.
Sepulang dari istana, Arun tidak langsung menemui pedagang pakaian. Ia malah berfoya-foya menghabiskan uang yang didapatnya. Satu bulan kemudian, ia kembali menemui pedagang pakaian itu.
“Pak, maafkan aku telah ingkar janji. Uang yang diberikan Raja telah dirampok di tengah jalan,” katanya berdusta, “bagaimana bila kau jual lagi satu baju padaku?”
Melihat kesedihan Arun, penjual pakaian itu mau memaafkannya. “Kalau begitu, bawalah baju yang kedua. Menyamarlah dengan pakaian tabib itu dan katakan bahwa kau anak Tabib Sungai Hitam. Lima tahun lalu, Baginda Raja pernah berobat padanya,” tutur pedagang itu.
Keesokan harinya, Arun kembali menemui Baginda Raja. Sama seperti sebelumnya, Arun mengulangi kejahatannya. Ia menghabiskan uang itu sendirian dan baru menemui pedagang pakaian setelah uangnya habis.
“Maafkan aku sekali lagi, Pak. Uang pemberian Raja telah kusumbangkan kepada penduduk di kampungku karena mereka terserang wabah penyakit,” ujar Arun dengan muka sedih. “Sekarang, aku berjanji tak akan mengulanginya jika kau berikan baju yang ketiga.”
“Baiklah, bawalah pakaian prajurit itu. Menyamarlah kau sebagai seorang parjurit bernama Gupta. Baginda Raja akan senang menyambutmu. Ingatkan bahwa kau adalah prajurit yang hilang lima tahun lalu,” kata pedagang pakaian.
Keesokan harinya, Arun menemui Baginda Raja dengan menyamar dengan prajurit. Tetapi, alangkah kagetnya Baginda Raja ketika Arun menyebut dirinya sebagai Gupta.
“Pengawal, tangkap orang ini! Dia prajurit yang telah berkhianat padaku ketika terjadi peperangan lima tahun lalu!” teriak Baginda Raja.
Arun meronta-ronta sambil mengatakan bahwa dia bukan Gupta. Di ruang pemeriksaan Arun menceritakan segalanya, termasuk pria pedagang pakaian itu.
Prajurit kerajaan segera menjemput pedagang pakaian dan membawanya ke hadapan Baginda Raja. Ternyata Baginda Raja mengenali pedagang pakaian itu.
“Bukankah kau Mustakh, pengawal setiaku? Mengapa keadaanmu seperti ini sekarang?” tanya Baginda Raja.
Ya, penjual pakaian itu ternyata bernama Mustakh. Lima tahun lalu, setelah terjadi perang ia terserang penyakit. Karena tak terobati matanya menjadi buta sebelah. Ia malu untuk kembali ke kerajaan. Sayangnya, ia tak bisa mendapatkan pekerjaan pengganti yang pantas.
Baginda Raja terharu mendengarnya. Ia segera memberi Mustakh sebidang tanah untuk digarapnya mengingat jasa-jasa Mustakh di peperangan. Sementara, Arun tetap dihukum sebagai seorang penipu.

No comments: