Friday, February 24, 2012

Cernak, 26 Februari 2012



Dewi Menunggu Hujan

oleh Benny Rhamdani


"Nanti sore Ayah pulang."

Kalimat itu terus terngiang di telinga Dewi seharian. Ayah hanya bilang akan pergi melaut. Dewi cemas karena Ayah bukan nelayan. Walaupun mereka tinggal di daerah pesisir, tapi Ayah adalah seorang guru. Ayah bahkan tak bisa berenang dengan baik. kalau cuma main air di pantai sih tentu bisa.

Lalu, tiba-tiba Ayah ingin melaut. Tentu saja mengejutkan Dewi. Tapi Dewi juga senang. Soalnya Dewi sering juga diejek teman-temannya karena memiliki ayah yang tak pernah melaut. Pergi dengan perahu sampan ke laut menangkat hewan laut.

Menjelang sore cuaca memburuk. Awan gelap datang dengan cepat disertai tetes air hujan. Beberapa perahu sudah mulai merapat ke tempat singgahnya.

"Badai akan datang," teriak Ayu, teman Dewi. "Ayahku sudah pulang.Kok perahu ayahmu belum kembali. Ini sudah hampir sore."

"Aku akan menunggu ayahku," kata Dewi. "Ayah pergi dengan Pak Jaya dan Pak Dudi. Mereka nelayan yang hebat."

"Ya, aku tahu." Ayu berlari ke rumahnya.

Badai pun menyerang. Angin berkencang hebat, hujan turun deras. Suara halilintar pun terdengar di kejauhan.

"Mengapa Ayah belum pulang, Bu?" tanya Dewi.

"Berdoa saja ayahmu segera pulang," kata Ibu sambil menggendong Ratih yang terus merengek

Dewi pun berdoa. Berdoa agar Ayah segera kembali dengan selamat.

Tapi waktu pun berlalu, malam tiba, badai mereda. Ayah belum juga pulang. Juga Pak Jaya dan Pak Dudi.
Ibu mengajak Dewi menemui Pak Renggo, pemimpin warga. Ibu melaporkan rombongan Ayah yang belum pulang.

Para nelayan mulai berkumpul satu per satu. Sebagian sudah siap kembali melaut. Tapi mendadak muncul perahu dari kegelapan malam. Perahu bersisi Pak Jaya dan Pak Dudi. Mereka kelihatan kepayahan.

Pak Renggo menanyai mereka tentang ayah Dewi.

"Ketika badai datang kami sedang dalam perjalanan pulang. Tapi tiba-tiba perahu kami tertimpa ombak besar. Pak Jaya terjatuh ke laut. Saya berusaha menolongnya, tapi tak berahasil. Lalu, Pak Rudi ikut membantu. Tapi dia malah terseret ombak. Dia tak pandai berenang," jelas Pak Jaya.

Dewi dan ibu menangis keras. Ayah telah hilang ditelan ombak. Bahkan Pak Jaya dan Pak Didi masih berusaha mencari agak lama.

Berhari-hari para nelayan berusaha menemukan jasad ayah dewi. Tapi tak ada yang ketemu. Ada yang bilang mungkin dimakan ikan.

Dewi benar-benar kehilangan. Dia sering ke pantai sendirian. Berharap Ayah kembali menemuinya, seperti janji akan kembali sore.

Setiap hujan datang, Dewi berharap ada kabar, Ayahnya ditemukan. Tapi tidak. Dia malah mendengar cerita baru di antara penduduk. Ayahnya tidak meninggal karena terseret ombak. Ayahnya meninggal bunuh diri terjun ke laut karena stres dililit utang yang banyak.

"Ayah ...," bisik Dewi lirih.


^_^



No comments: