Friday, April 20, 2012

Cernak, 22 April 2012





Suatu Pagi


oleh Benny Rhamdani

Suatu pagi Dini bermain di halaman belakang rumah. Sekalian menemani Ayah yang sedang merapikan taman.

Di sudut halaman belakang, tiba-tiba Dini melihat seekor burung yang terluka. Burung itu berusaha terbang tapi tidak bisa. Sepertinya burung itu sudah berada di sana sejak lama.

"Ssst, Ayah, ada burung terluka di pojok sana," Dini memberi tahu Ayah setengah berbisik. Dia cemas burung itu terkejut lalu semakin panik.

"Sebentar, Ayah akan ambilkan obat dulu. Jangan didekati ya," kata Ayah sambil bergegas ke dalam.

 Dini mengamati burung itu dari kejauhan. Lalu, tiba-tiba muncul seeokor burung lainnya. Burung itu mendekati burung yang terluka. Diparuhnya seperti ada serangga kecil. Burung itu kemudian memberikan serangga di paruhnya kepada burung yang yang terluka. Burung yang terluka memakan serangga itu.

"Ah..." Dini tertegun.

Ayah juga menyaksikan pemandangan itu.

"Lihat, Ayah. Tuhan memberikan rejeki  kepada burung terluka itu," kata Dini. "Jadi kita jangan takut walaupun susah, ya kan?"

Ayah tersenyum. "Ya, betul. Tapi cobalah lihat burung yang memberikan serangga itu. Dia sehat dan kuat. Kita juga harus seperti dia, sehat dan kuat. Jadi kita bisa membantu yang lemah. Bukankah memberi lebih baik daripada menerima?"

Dini mengangguk.

Hebatnya lagi, setelah makan, burung terluka itu kemudian berhasil terbang seidkit demi sedikit. Malah akhirnya terbang jauh. Padahal Dini dan Ayah belum mengobati lukanya.

Matahari pun kian meninggi. Dini masuk ke rumah bersama Ayah. Ibu baru saja selesai masak. Setelah membersihkan badan, Dini ikut makan bersama Ayah dan Ibu. Dini menceritakan pengalamannya melihat burung yang terluka kepada Ibu.

"Wuah, coba Ibu juga tadi lihat," komentar Ibu menyesal.

Selesai makan, Ayah mengajak Ibu dan Dini jalan-jalan.

"Aku ingin ikut. Tapi tunggu sebentar ya, Ayah," kata Dini.

"Mau ngapain dulu?" tanya Ayah.

"Kejutan."

Dini pergi ke kamarnya. Dia segera menuju ke rak buku. Dipilihnya beberapa buku yang tidak pernah dibacanya lagi. Buku-buku itu kemudian dimasukkan ke dalam tas plastik. Uuups, ternyata berat juga.

"Dini, bawa apa itu?" tanya Ibu.

"Nanti kita mampir dulu ke panti asuhan ya, Ayah. Dini mau menyumbangkan buku-buku ini untuk teman-teman di panti," kata Dini.

Ayah dan Ibu terkejut, lalu tersenyum senang. Padahal selama ini Dini paling tidak suka jika buku koleksinya diganggu. Ada yang hilang satu saja bisa marah berhari-hari.

Dini pun masuk mobil dengan hati riang. Ayah mengantar Dini ke panti asuhan terdekat. Kebetulan pengurus panti itu adalah teman Ayah. Dini kemudian menyerahkan tas berisi buku kepada pengurus panti. Setelah itu Dini kembali ke mobil.

"Wuah, ternyata berbagi itu rasanya menyenangkan, ya. Pantas saja burung kuat tadi membagi makanan yang didapatnya," kata Dini di Mobil.

"Betul. Berbagi itu menyenangkan. Apalagi kalau kita ikhlas membaginya," kata Ibu.

Ayah kemudian mengajak Dini ke toko buku. Tentu saja Dini kaget. Padahal Ayah hanya mengijinkannya membeli buku sebulan sekali. Itu pun hanya tiga buku.

"Sekarang, Dini boleh membeli lima buku," kata Ayah.

Wuah, senangnya Dini. Dan tahu apa lagi kejutan buat Dini? Ketika Dini membayarnya di kasir, tiba-tiba sirine di meja kasir berbunyi.

"Selamat, adik adalah pembeli 20 hari ini. Toko kami sedang ulangtahun ke 20. pembeli ke 20 akan mendapat gratis voucher belanja seharga Rp500 ribu," kata kasir itu.\

"Alhamdulillah!" ucap Dini. Dia malah bisa membeli buku lagi, dan jumlahnya lebih banyak dari yang disumbangkan tadi.

^_^


No comments: