Friday, November 16, 2012

CERNAK 18 November 2012

Hilangnya Koki Istana

Sudah waktunya dapur istana menyiapkan makan siang. Namun, sang kepala koki istana,  Pak Kiko, belum juga datang. Para pembantu Pak Kiko segera melaporkan hal tersebut pada Patih Garda.
“Kalian sudah lama bekerja dengan Pak Kiko. Pasti kalian tahu masakan yang biasa disajikan untuk keluarga istana. Tak perlu menunggu Pak Kiko. Masaklah segera!” Patih Garda malah membentak.
Tujuh koki pembantu Pak Kiko segera memasak. Hidangan itu lalu disajikan di meja makan.
“Aku tidak melihat Pak Kiko menyapa kami siang ini. Kemana Pak Kiko?” tanya Pangeran Sulung kepada pelayan.
“Pak Kiko belum juga datang ke istana. Kami tidak tahu apa yang terjadi dengannya,” jawab si pelayan.
“Jadi, semua makanan kali ini bukan masakan Pak Kiko?” tanya Putri Bungsu.
“Ayolah, kalian semua makan saja,” bujuk Raja Sagalaya.
Namun, baru beberapa suap makanan, tiba-tiba Pangeran Sulung meletakkan sendok dan garpunya. Begitu juga Putri Bungsu. Ada yang kurang dari hidangan itu.
Mengetahui ada yang tidak beres, Patih Garda memanggil ketujuh koki pembantu. Semua langsung gemetar ketakutan.
“Ampuni kami, Patih. Kami sudah memasak hidangan tersebut seperti biasa kami lakukan bersama Pak Kiko. Tidak ada bumbu yang kami kurangi atau tambahkan,” kata salah seorang koki.
“Mungkin saja tanpa sepengetahuan kami, Pak Kiko punya bumbu rahasia,” kata pelayan yang lain.
Tiba-tiba, seorang pengawal istana melapor pada Patih Garda. Ia membawa segulung surat yang ditemukannya di pintu gerbang istana. Segera Patih Garda membaca isi surat itu.
“Baginda Raja yang Mulia, koki istana telah kami culik. Jika ingin dikembalikan dengan selamat, serahkan dulu seratus karung emas pada kami. Kami tunggu tebusan itu di hutan perbatasan sebelah selatan sore ini. Dari kami, Gerombolan Macan Hitam.”
Raja Sagalaya terkejut mendapat laporan dari Patih Garda. Tebusan yang mereka minta sangat banyak. Namun, Raja Sagalaya tak punya pilihan lain. Raja sekeluarga sangat menyayangi Pak Kiko.
“Baginda, izinkan hamba yang mengatur semuanya,” pinta Patih Garda.
“Baiklah, kuserahkan tugas ini padamu,” titah Raja Sagalaya.
Bergegas Patih Garda membawa sepasukan prajurit berkuda, juga seratus karung berisi keping emas yang diangkut dalam beberapa gerobak. Rombongan itu lalu bergerak menuju hutan di sebelah kerajaan.
Di tengah perjalanan, tiba-tiba sebuah anak panah melesat dan menancap di salah satu karung pada gerobak paling depan. Sepucuk surat terikat di pangkalnya.
“Patih Garda yang bijaksana, suruhlah prajuritmu berhenti sampai di sini. Biarkan Patih sendiri yang membawa gerobak-gerobak itu. Dari kami, Gerombolan Beruang Hitam.”
Patih Garda menuruti permintaan itu. Ia meneruskan perjalanan dengan tenang seorang diri. Hingga di perbatasan, ia bertemu dengan puluhan lelaki bertampang seram.
“Hahaha …, kami bangga kerajaan ini mau mengeluarkan seratus karung emas hanya untuk ditukar dengan seorang koki,” teriak si Brewok, kepala gerombolan penjahat.
“Jangan terlalu lama. Serahkan segera koki kami!” seru Patih Garda.
Seorang penjahat segera menarik Kiko yang terikat tangannya ke hadapan Patih Damar. Namun sebelum menyerahkan Pak Kiko, mereka membuka ikatan karung dalam gerobak yang ada di bagian depan. Setelah yakin karung itu berisi kepingan emas, Pak Kiko diserahkan kepada Patih Garda.
Namun, ketika Patih Garda mendapatkan Pak Kiko, ia tiba-tiba berteriak, “Serang!”
Aha! Rupanya, hanya sepuluh karung di gerobak depan saja yang berisi kepingan emas. Sembilan puluh karung lainnya berisi prajurit istana yang gagah perkasa. Mereka langsung menyerbu dan menangkap gerombolan penjahat itu.
Perjalanan pulang, Patih Garda dan Pak Kiko duduk bersisian di kereta perang.
“Kalau boleh tahu, apakah Pak Kiko punya bumbu rahasia saat memasak? Tadi siang, semua pembantu Pak Kiko tak ada yang bisa memasak selezat Pak Kiko,” tanya Patih Garda.
“Ada, namanya bumbu cinta. Aku selalu menanamkan rasa cinta pada pekerjaanku. Aku juga menanamkan rasa cinta pada keluarga kerajaan,” jawab Pak Kiko.
Patih Rangga manggut-manggut. Rupanya, bumbu rahasia Pak Kiko sangat sederhana, yakni memasak dengan penuh cinta.
******

No comments: