Friday, November 02, 2012

CERNAK, 4 November 2012


Selendang Biru Nenek

Ranti dan Rinto sedang bermain dengan kuda kesayangan mereka ketika angin kencang bertiup ke arah mereka. Buru-buru, mereka berlindung di tempat yang aman. Untung saja, angin itu datang hanya sebentar.
“Lihat, angin itu menerbangkan selendang nenek yang sedang dijemur,” tunjuk Rani ke atas.
Rinto memandang ke langit. Ya, selendang nenek tengah melayang-layang jauh. “Aduh, kita harus buru-buru mengambilnya. Itu kan, selendang nenek,” kata Rinto kemudian.
Mereka berdua segera menaiki kuda kesayangan mereka mengikuti arah selendang itu pergi. Tapi, rupanya selendang itu tak juga turun ke bumi. Semakin lama, makin menjauh. Sampai di dekat sebuah perayaan, selendang itu baru jatuh.
Ranti dan Rinto mengambilnya. Tapi baru saja mereka meraih selendang itu, mata mereka melihat seorang gadis kecil yang tengah duduk bersedih. Dia memakai pakaian seorang penari.
“Temanku, kelihatannya kamu sedang bersedih. Apakah ada yang dapat kami bantu?" tanya Ranti seraya mendekatinya.
Gadis kecil itu menatap Ranti. Matanya berbinar ketika melihat selendang yang dipegang Ranti.
“Hari ini, aku akan mengikuti lomba menari yang sudah lama aku impikan. Pemenangnya akan mendapat sebidang sawah. Bila dapat sawah itu, aku bisa membantu kakek dan nenekku  yang miskin,” jawab gadis itu.
“Lantas, apa masalahmu hingga bersedih?” Rinto ingin tahu.
“Semula, aku ingin menarikan Tari Pelangi. Tapi, sudah banyak peserta lain yang menarikannya. Aku ingin menarikan Tari Selendang seperti yang diajarkan almarhumah ibuku. Tapi … aku tidak punya selendang untuk menarikannya,” papar si penari.
Ranti memandang sebentar ke arah Rinto. Lalu ia berkata, ”Kebetulan, kami membawa selendang yang indah. Sayangnya, kami hanya bisa meminjamkan padamu, karena ini selendang nenek.”
“Oh, sungguhkah? Terima kasih. Itu saja sudah cukup,” gadis itu girang.
Ranti meminjamkan selendang biru bersulam benang emas itu. Tak lama kemudian, gadis kecil itu menari di atas panggung. Gerakannya sangat indah dan memukau.
Penyelenggara lomba tari lantas mengumumkan gadis kecil itu menjadi juaranya.
“Terima kasih atas pertolongan kalian. Namaku Selasih. Apakah kalian mau mampir ke rumahku?”
“Nama kami Ranti dan Rinto. Sayang, kami harus segera pulang. Lain kali saja,” kata Ranti dan Rinto bersamaan.
Mereka lantas  berpisah. Ketika memasuki desa, Ranti dan Rinto terkejut  ketika melihat asap mengepul dari sebuah rumah yang mereka kenal. Rumah itu milik Pak Jugal.
Banyak penduduk yang hanya terdiam melihat kebakaran rumah itu. Pak Jugal memang tidak disukai di desa. Dia sering meminjamkan uang kepada penduduk dengan bunga tinggi. Tapi, ada juga yang membantu karena mereka kasihan melihat kepanikan Bu Jugal dengan anak-anaknya yang masih kecil.
“Anak-anak, maukah kalian memberikan selendang kalian? Kami harus membuat tandu untuk membawa korban ke tempat yang lebih aman,” teriak seorang pemuda ke arah Ranti.
Tanpa ragu, Ranti segera menyerahkan selendang nenek di tangannya. Selendang itu digunakan untuk mengangkat anak Pak Jugal yang terluka.
Tapi, Ranti dan Rinto terkejut ketika melihat selendang nenek digunting untuk dijadikan perban sementara korban yang terluka. Mereka bingung. Selendang nenek sudah koyak tak berbentuk.
“Wah, nenek pasti  marah pada kita,” ujar Ranti kemudian.
“Ya, bagaimana kita menjelaskannya pada nenek?” Rinto bingung.
“Kita ceritakan saja apa adanya. Yuk, kita pulang,” ajak Ranti kemudian.
Ketika tiba di rumah, mereka langsung disambut nenek. “Ke mana saja kalian? Nenek sampai mencemaskan kalian,” tanya Nenek.
Ranti dan Rinto bergantian menceritakan semua yang baru saja mereka alami. Setelah bercerita tentang selendang yang dijadikan perban, mereka berharap cemas menunggu reaksi nenek.
“Nenek pasti marah, ya?” tanya Ranti.
Tapi, Nenek malah tersenyum. “Nenek tidak marah. Nenek malah bangga pada kalian. Walau selendang itu adalah kesayangan Nenek, tapi Nenek lebih sayang pada kalian berdua. Apa yang telah kalian lakukan tadi adalah hal terbaik,” ujar Nenek.
“Sungguh? Wah, kalau begitu, mereka harus bersyukur pada Nenek karena selendang itu telah menolong mereka,” kata Rinto.
“Bukan selendang Nenek yang menolong mereka. Tapi, kebaikan hati kalian. Nenek sungguh bangga punya cucu berhati mulia seperti kalian,” kata Nenek sambil mendekap Ranti dan Rinto.

No comments: