Saturday, March 17, 2007

Cernak 18 Maret 2007


Ketika Lupi Kabur

Oleh Benny Rhamdani

Sejak kepindahanku ke Palembang tiga hari lalu, Alya hamper tidak pernah keluar rumah. Padahal, Kak Wibi berualngkali mengajak Alya untuk bermain dedngan teman-teman sabaya di kompleks.

“Ayolah, jangan di kamar melulu. Kita di sini harus punya teman juga,” bujuk Kak Wibi.

Alya menggelng. “Nggak ah. Alya mau di kamar saja main dengan Lupi,” tolak Alya.

Lupi adalah kucing pemberian sahabat akrab Alya di Bandung dulu, Salsa. Ya, Alya memang belum bias melupakan kesedihannya berpisah dengan Salsa. Dia belum mau mempunyai sahabat baru. Baginya, sahabat terbaik hanyalah Salsa. Kini, salsa sudah jauh, tapi ada Lupi kucing pemberian Salsa.

“Ya, sudah kalu tidak mau. Asal tahu saja, anak-anak Palembang juga sama menyenangkannya dengan teman-teman kita di bandung dulu,” kata Kak Wibi kemudian.

Keesokan harinya, Alya terkejut ketika terbangun dari tidur siangnya, ia tak menemukan Lupi di kamar.

“Wah, pasti Lupi pergi keluar rumah. Dia juga pasti bosan karena setiap hari kamu kurung di kamar,” kata Kak Wibi.

“Aduh gimana mencarinya ya?” Alya cemas. Bagiamna kalau Lupi sampai hilang? Bagimana kalu ada yang menculiknya? Wah, aklau Salsa sampai tahu, pasti akan sedih sekali.

“Kalau mau mencarinya, ya kita harus keliling komplek dulu. Yuk!” ajak Kak Wibi.

Demi mendapatkan Lupi, Alya memaksakan diri mengikuti Kak Wibi. Mereka kemudian memasuki satu per satu rumah para tetangga kompleks.

“Dani, kenalkan adikku, Alya. Dia sedang mencari kucingnya yang kabur. Apa kamu melihatnya?” tanya Kak Wibi ketika bertemu anak lelaki bertubuh gemuk tapi selalu tersenyum.

“Sayangnya tidak. Nanti aku beriahu kalau aku melihatnya,” jawab Dani.

Kak Wibi mengajak ke rumah Mita yang cantik. Rambutnya diikat dua dan berpita.

“Oh, aku juga punya kucing. Tapi kuarasa tdak ada kucing kalian. Kalau kalian ingin mengambil kucing yang baru, ke sini saja. Kebetulan satu kucingku ada yang akan mempunyai anak lagi,” smabut Mita.

“Tidak terimakasih,” kata Kak wibi buru-buru. Punya satu ekor kucing di rumah saja sudah merepotkan. Apalagi banyak, pikirnya.

Mereka kemudian bertanya pula ke Sita, Erin, Vijay, Didit, Lia, Olop, Moan, dan anak-anak lainnya di komplek itu. Sampai akhirnya Alya jadi mengenal seluruh anak di komplek itu. Tapi tak seorang pun yang pernah melihat Lupi.

Akhirnya, dedngan perasaan sedih, Alya pulang. Dia langsung menangis di tempat tidurnya sambil tertelungkp. Tapi telinganya kemudian terangkat ketika mendengar suara yang begitu dikenalnya.

“Meoooong ….”

“Lupi!!!” Alya terbangun. Dia melihat Lupi berdiri di pintu kamar. Buru-buru Alya merangkulnya.

Di belakang Lupi, Kak Wibi tersenyum kecil seperti menyimpan rahasia.

“Kenapa Kak Wibi tertawa?” tanya Alya.

“Kak Wibi minta maaf. Sbetulnya Lupi memang tadi tidak kabur. Lupi tiduran di kamar kak Wibi. Terus Kak Wibi sengaja tidak bilang-bilang, biar Alya mau diajak Kak Wibi kenalan dengan teman-teman komplek,” ungkap Kak Wibi. “Kamu nggak marah, kan?”

Alya menggeleng. “Nggak kok. ALya senang diajak kak Wibi kenalan dengan banyak teman baru. Memang, seharusnya dari kemarin-kemarin Alya kenalan dengan teman-teman baru di sini. Tapi mungkin untuk saat ini ALya masih pengin main sama Lupi dulu,” kata Alya kemudian.

Kak Wibi mengangguk. “Ya, pasti Alya tahu mana yang terbaik. Bukan begitu Lupi? Taya Kak Wibi kemudian kepada Lupi.

“Meoooong!”

Alya dan kak Wibi langsung tertawa bareng mendengar jawaban Lupi.

^-^

No comments: