Saturday, March 10, 2007

Cernak, BP 11 Maret 2007


cernak

Nyontek

Oleh Benny Rhamdani

Siapa tak kenal Dudi? Dia anak kelas lima yang paling sering mencontek di kelas. Hampir setiap ulangan dia berusaha mencontek. Caranya pun beragam.

Ulangan matematika misalnya, Dudi akan datang di pagi hari lalu mencorat-coret mejanya dengan berbagai rumus matematika yang seharusnya dihapal. Tapi suatu hari, Pak Amilus yang mengajar matematika memindahkan Dudi ke meja lain. Tentu saja Dudi jadi bingung. Sebab dia tidak bias pindah dengan membawa mejanya, kan?

Tapi bukan Dudi kalau kehilangan akal, dia sudah membuat contekan lainnya di kertas kecil-kecil.

“Memangnya kamu tidak pernah belajar ya?” Nisa yang sering memergoki Dudi bertanya.

“Belajar tapi sedikit,” jawab Dudi. “Lagi pula buat apa belajar kalau dengan menyontek saja kita bias dapat nilai lumayan.”

Nisa menggelengkan kepalanya.

Sekali pernah Dudi kepergok Bu Lia mencontek di pelajaran IPS. Dudi tengah melirik pekerjaan Salsa. Bu lia sengaja meindah-mindahkan murid putra dan putrid setiap ulangan. Biar saling malu kalau mencontek. Tapi ternyata tidak berlaku bagi Dudi.

“Kamu harus mengulang sendiri ulanganmu di ruang guru!” begitu hukuman yang diterima Dudi.

Dudi kelihatan tak jera meskipun sudah pernah ketahuan mencontek dan dihukum.

Sebenenarnya Dudi bukan anak yang bodoh. Dia lumayan pandai. Hanya saja Dudi lebih suka menggambar. Di rumah, saat jam belajar, Dudi lebih banyak mengahbiskan waktunya untuk bersenang-senang dengan menggambar.

Kalau pelajaran menggambar tentu saja Dudi tidak perlu mencontek. Malah semua orang tak jarang yang minta bantuan Dudi.

Suatu hari ada perlombaan menggambar untuk anak-anak. Dudi diminta mengirimkan gambarnya oleh sekolah. Dudi pun mengirimkan karyanya. Seminggu kemdian hasil perlombaan diumumkan. Karya-karya pemenang lomba langsung diumumkan di balai kota.

Alangkah terkejutnya Dudi ketika melihat karyanya tidak menang. Tapi yang lebih mengejutkan lagi, dia menemukan sebuah lukisan yang menang atas nama Nisa, teman sekelasnya. Tapi lukisan itru, Dudi ingat betul, bukan karya Nisa. It lukisan yang pernah dibuatnya lalu diberikan kepada Nisa.

“Ini curang! Aku harus mengadukan ke kepala sekolah!” tekad Dudi.

Dudi pun pergi menemui kepala sekolah. Pak Wira.

“Pak, saya ingin protes sekaligus mengadu. Nisa telah berbuat curang. Dia mengirim lukisan karya saya untk lomba tapi pakai nama dia. Akhirnya lukisan itu menang tapi namanya yang disebt-sebut,” kata Dudi begitu bertemu Pak Wira.

Pak Wira tersenyum. “Ya, memang tidak enak kalau ada orang berbuat curang lalu kita menjadi korbannya. Tapi kalau bukan kita korbannya, apakah kamu juga akan menadu ke sini?” Tanya Pak wira.

“Maksud Bapak?” Dudi tidak mengerti.

“Hmm, Bapak tahu kamu suka mencontek di kelas. Banyak temanmu yang mengadu. Tapi sepertinya kamu tidak peduli. Banyak di antara mereka kecewa, sudah belajar susah payah tapi dapat nilai jelek. Sementara kamu tidak pernah belajar, hanya mencontek, bias dapat nilai tinggi,” ucapo Pak Wira.

Muka Dudi langsung memerah.

“Bapak sengaja menyuruh Nisa mengirimkan gambarmu memakai namanya. Agar kamu bias memetik pelajaran dari kejadian ini. Terutama tidak berbuat curang, karena bias menyakiti hati orang lain. Mencontek adalah perbuatan yang merugikan orang lain, meski mungkin kamu tidak merasa menyakiti siapa pun,” kata Pak Wira.

Dudi manggut-manggut.

“Bapak ingin setalah ini kamu belajar lebih keras lagi dan tidak perlu mencontek!” tekan Pak wira agak tinggi.

Dudi tak berani bicara apa-apa lagi. Tadinya dia mau menyalahkan Nisa. Kali ini dia benar-benar kena batunya!

****

No comments: