Friday, January 17, 2014

Hore AKu Tahu, 19

Genteng, Pelindung Rumah dari Hujan dan Panas



Pernahkah membayangkan jika rumah kita tanpa atap? Ya, pasti kita akan kepansan dan kehujanan. Atap rumah sedniri bermacam rupanya. Ada seng, asbes, atau yang terkenal adalah genteng tanah liat. Yuk, kita kenali tentang genteng tanah liat.

Atap genteng tanah liat berasal dari China, selama Zaman Neolitikum, dimulai sekitar 10.000 SM, dan Timur Tengah, beberapa waktu kemudian. Dari wilayah ini, penggunaan genteng tanah liat tersebar ke seluruh Asia dan Eropa. Tidak hanya orang Mesir kuno dan Babel, tetapi juga bangunan Yunani dan Romawi mereka menggunakan atap dan ubin dari tanah liat. 

Temuan awal genteng tanah liat di Yunani kuno berasal dari daerah disekitar Korintus (Yunani), dimana genteng mulai menggantikan atap jerami di dua kuil Apollo dan Poseidon antara 700-650 SM. Tradisi ini terus berlanjut di Eropa hingga saat ini. Kemudian orang Eropa membawa tradisi atap tanah liat ini hingga ke Amerika sekitar pada abad ke-17.

Para Arkeolog pun telah menemukan sejenis genteng tanah liat dari pemukiman di Roanoke Island di North Carolina. Genteng tanah liat juga digunakan di Inggris pada awal terbentuknya pemukiman di Jamestown, Virginia, dan dekat St Mary di Maryland. Genteng tanah liat juga digunakan saat perjanjian Spanyol di St. Augustine - Florida, serta pada saat perjanjian antara Perancis dan Spanyol di New Orleans.

Pemukim Belanda di pantai timur pertama kali mengimpor ubin dan genteng tanah liat. Pada. 1650, mereka telah mendirikan produksi skala besar dari ubin dan genteng tanah liat di atas Sungai Hudson Valley, mengirimkannya ke New Amsterdam. 

 
Produksi genteng secara manufaktur dilakukan sekitar waktu Revolusi Amerika, menawarkan baik ubin berwarna dan mengkilap maupun tanpa glasir - genteng terakota alam, di wilayah Kota New York dan New Jersey. Sebuah surat kabar New York pada  1774 telah mengiklankan ketersediaan diproduksinya secara lokal, ubin mengkilap dan genteng tanpa glasir untuk dijual yang dijamin "tahan cuaca apapun".

Faktor yang paling  mempopulerkan atap genteng tanah liat selama periode kolonial di Amerika adalah karena ketahanannya terhadap api. Kebakaran dahsyat di London pada 1666 dan Boston pada . 1679, telah mendorong standarisasi bahan bangunan dan pengenalan kode api di New York dan Boston. Standarisasi kode api ini masih tetap berlaku selama hampir dua abad, dan mendorong penggunaan genteng tanah liat untuk atap, terutama di daerah perkotaan, karena kualitas tahan api nya. Atap genteng tanah liat ini juga disukai karena daya tahannya, kemudahan pemeliharaan dan dapat meredam suhu panas dari luar.

Popularitas genteng tanah liat di sebagian besar Amerika Serikat kawasan timur laut selama kuartal ke-2 abad ke-19, mulai mengalami penurunan. Hal ini disebabkan adanya penggunaan atap sirap dari kayu yang mulai digunakan secara luas, harganya lebih terjangkau dan jauh lebih ringan. Selain itu, bahan-bahan tahan api baru telah dan dapat digunakan untuk atap, terbuat dari logam seperti tembaga, besi, tinplate, seng, dan besi galvanis. Selain bobotnya berat juga penampilan genteng tanah liat tidak lagi modis. Tahun 1830 genteng tanah liat mengalami penurunan popularitas yang drastis di negara itu.


Alternatif pengganti untuk genteng tanah liat pun mulai dibuat dalam rangka memenuhi permintaan baru. Di sekitar  tahun 1855 atap lembaran logam yang dirancang dengan meniru pola genteng tanah liat sudah diproduksi. Biasanya dicat warna terra cotta alami untuk meniru warna genteng tanah liat yang asli. Atap lembaran logam ini menjadi populer karena mereka lebih murah dan lebih ringan, serta lebih mudah untuk pengaplikasiannya jika dibandingkan dengan atap genteng tanah liat.

Genteng tanah liat sekali lagi telah mengalami penurunan popularitas dalam tempo yang singkat yaitu pada akhir abad ke-19. Akan tetapi sekali lagi memperoleh penerimaannya kembali di abad ke-20, terutama disebabkan oleh popularitas gaya arsitektur Revival Romantic, termasuk Mission, Spanyol, Mediterania, Georgia dan Renaissance Revival di mana atap genteng tanah liat lebih menonjol. .


Genteng tanah liat di Indonesia

Indonesia telah mengenal tanah liat sebelum abad ke-20, saat itu sudah banyak warga yang membuat gerabah untuk alat-alat rumah tangga seperti tungku, gentong, padasan, blengker, jambangan, kendil, cowek, dan jubek dari tanah liat. Kerajinan tanah liat masih terus berlangsung sampai saat ini, keahlian turun-temurun tersebut konon merupakan hasil interaksi dengan kebudayaan China. Warisan keahlian membuat kerajinan tanah liat tersebut akhirnya berlanjut hingga pada pembuatan genteng dari tanah liat.
Kerajinan genteng muncul sekitar tahun 1920-an. Saat itu, pemerintah kolonial Belanda melakukan penelitian untuk memetakan daerah-daerah yang memiliki tanah (liat) bagus untuk bahan atap bangunan.



Saat itu, dibentuklah Balai Keramik di Bandung. Beberapa daerah pengahasil tanah liat termasuk daerah Plered,  Banyuwangi, Kebumen merupakan salah satu dari sejumlah daerah yang memiliki potensi sentra genteng. Genteng-genteng tersebut dibuat untuk memenuhi pembangunan infrastruktur termasuk untuk dijadikan atap pabrik gula.

Pengenalan genteng sebagai atap juga dilakukan oleh tim kesehatan Belanda. Misi kesehatan dilakukan karena saat itu terjadi wabah pes. Saat itu, banyak tenaga kerja pribumi yang tidak bisa maksimal karena terserang penyakit tersebut. Terungkap bahwa ternyata sebagian besar rumah yang saat itu masih beratap rumbia menjadi penyebab penularan pes. Sebab atap sering dijadikan sarang tikus penyebab pes. Sejak saat itulah pembuatan genteng tanah liat di Indonesia semakin berkembang pesat hingga sekarang ini.

No comments: