Friday, April 06, 2007

Cernak, 8 April 2007


Janji Ayah

Oleh Benny Rhamdani

Hari ini ulang tahunku yang ke sepuluh. Sejak jauh-jauh hari Ibu sudah memintaku untuk merayakannya. Ya, tentu saja aku mau merayakannnya. Tapi yang paling aku inginkan adalah Ayah dapat berada di acara ulangtahunku. Apalagi tahun ini hari ulangtahunku tepat di hari Minggu. Berarti ketika Ayah tidak kerja.

Ulang tahun tahun lalu Ayah tidak bisa datang karena sedang ada seminar di luar kota. Jdi tahun ini sejak sebulan lalu aku meminta Ayah tidak mengikuti seminar apapun di hari ulangtahunku.

“Ya, Mia. Tentu Ayah akan hadir di pesta ulang tahun Mia,” janji Ayah.

Aku senang mendengar janji Ayah itu. Ayah orang yang selalu menepati. Sepertinya hari ini juga begitu.

“Selamat ulang tahun, Mia,” kata Ayah ketika aku bangun pagi.

“Terima kasih, Ayah.”

“Kado ulang tahunnya nanti saja pas pesta ya,” ucap Ayah.

Aku mengangguk. “Iya. Ayah bisa berada di acara nanti saja, Mia sudah sernang kok,” kataku.

“Tentu saja. Ayah kan tidak akan ke mana-mana,” kata Ayah.

Kami lantas sibuk membenahi rumah. Ulangtahunku memang diadakan di rumah. Tepatnya pukul empat sore nanti. Semua teman sekelasku sudah kuberikan udnagan. Juga teman-teman sebayaku di kompleks temapat tinggal.

Di antara semua temanku itu, yang paling kuharapkan kehadirannya adalah Sandra. Dia adalah teman sebangku aku di kelas. Mengapa aku snagat menginginkan kehadiran Sandra? Karena Sandra penah meragukan Ayah akan hadir di acara ulang tahun kamu.

“Ayah kamu dokter. Pasti sibuk,” begitu kata Sandra.

“Dokter kan juga punya hari libur,” kataku dua hari lalu.

“Bagaimana kalau ada panggilan mendadak?” tanya Sandra.

“Ayah sudah janji akan ada di acaraku. Kita lihat saja nanti,” tantangku.

“Iya. Aku pasti datang,” kata Sandra.

Sekarang pukul setengah empat. Aku bisa memastikan ucapan Sandra itu salah. Ayah masih di rumah. Malah sudah berpakaian rapi khusus untuk acara ulang tahunku. Sama seperi halanya Ibu dan aku yang berpakaian khsusus pula.

Pukul empat kurang lima menit, tamau-tamuku mulai berdatangan. Aku sibuk menyambut mereka. Mulai dari menerima ucapan selamat, menerima kado, atau meminta mereka mengambil makanan ringan.

Pukul empat Ibu mendekatiku karena teman-temanku sudah berkumpul. Tapi aku tidak melihat Sandra. Kemana Sandra ya?

“Kita mulai saja acaranya ya?” tanya Ibu.

“Iya. Ayah mana? Bukankah Ayah yang akan membuka acara ini?” Mataku langsung mencari sosok Ayah.

“Anu ... Mia. Ayah ... tadi pergi .... ke rumah sakit dulu. Mia jangan marah ya. Ada pasien gawat yang harus segara dioperasi. Dokter yang seharusnya mengoperasi berhalangan karena ....”

Aku tak mau lagi mendengar kalimat Mama. Rasanya aku mau menangis. Dadaku sampai sesak karena menahan air mataku agar tak keluar.

“Mia ... maafkan Ayah ...” pinta Ibu.

Aku terdiam lalu berlari ke kamarku. Aku menangis karena tak bisa menahan rasa kecewaku. Pintu kamar kukunci sehingga Ibu hanya bisa memanggilku di luar. Aku tidak peduli lagi dengan bajuku yang acak-acakan. Aku juga tidak peduli dengan pesta ulangtahunku.

Cukup lama aku menangis. Tahu-tahu terdengar suara handphone hadiah dari Paman Johan berbunyi. Aku membaca tulisan di layar HP. Itu nomor HP Sandra.

“Mia .. selamat ulang tahun ya. Maaf, aku tidak bisa datang. Mamaku harus operasi. Jadi aku menunggu. Baru saja masuk ke ruang operasi. Doakan ya. Oh iya, aku juga mengucapkan terima kasih ... karena kamu mengizinkan Ayahmu meninggalkan acaramu yang penting. Iya, Mia. Ayahmu yang akan emngoperasi Mama aku ...”

“Oh ...” Aku terbata-bata.

“Ya, pasti kamu sedih dan kecewa karena ayahmu tidak menepati janji. Tapi jangan marahi ayahmu ya. Marahi aku saja nanti. Aku yakin ayahmu orang yang sangat baik ...”

“Ya, ayahku memang orang yang baik.”

Aduh pulsanya sudah mau habis. Makasih ya, mia. Selamat ulangtahun. Aku akan bangga seklai jika jadi kamu karena punya Ayah yang mau menolong orang sakit. Salam!”

Percakapan kami terputus. Aku jadi terdiam mengingat kata-kata Sandra tadi. Ya ... harusnya aku tidak kecewa dengan Ayah. Harusnya aku bangga.

Oh Ayah ... maafkan aku yang sempat menyalahkan Ayah ...

Aku langsung buru-buru menghapus sisa air mataku. Buru-buru aku mengubah mukaku agar ceria. Ya, aku harus segera menemui Ibu yang sudah capek-capek membuat acara ulang tahun istimewa ini. Juga teman-temanku yang sudah datang. Aku tidak ingin mengecewakan mereka!

***

No comments: